Sudah Terima Saja Kawan...

Capek aku bu!!
Dalam diskusi dengan teman-teman saya tidak jarang saya temui beberapa siswa teman saya yang mengeluhkan mengenai mata pelajaran yang di suguhkan setiap harinya. Sebagai salah satu contoh di sini adalah 'curhatan' teman saya yang mengambil jurusan IPA.

Pernah dia mengeluhkan tentang banyaknya mata pelajaran yang harus dia ambil. Tentu dia tahu itu ketika sudah memantapkan diri masuk dalam jurusan IPA. Yang tidak habis pikir walaupun sudah mengambil pelajaran IPA tetap saja dia dan kita semua harus menerima mata pelajaran non-IPA saya coba sebut di sini satu persatu.



PKN, Olah raga, Agama, Bahasa Inggris, Bahasa Asing (Non Inggris), Bahasa Indonesia, Kesenian, Muatan Lokal, TIK.

Tentunya pelajaran itu bukannya tidak penting, itu penting atau setidaknya dipentingkan. Namun yang kita jumpai di sini adalah sebuah realita bahwa mereka para murid yang merasa pelajaran-pelajaran selain IPA penting seringkali mengeluh dan terbebani. Dan itu tidak hanya terjadi pada satu atau dua siswa aja, namun hampir semua. Yang menurut saya kita memang dituntut menjadi manusia yang sempurna tahu segala hal dan yang membatasi hal itu hanyalah IPA dan IPSnya.

Misalnya dia tidak mau ambil pelajaran PKn, tapi karena itu sudah ada pada kurikulum ya mau bagaimana lagi??? Padahal dia tidak merencanakan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan hal tersebut dalam mimpi-mimpinya. Mungkin karena dikira takut bakal kehilangan jati dirinya sebagai orang yang ber-Pancasila ataupun kehilangan Nasionalismenya.

Dan hasilnya suasana belajar yang menumbuhkan siswa-siswa kritispun susah untuk dicapai karena banyak yang malas mengikuti pelajaran tersebut. Kelas jadi ramai atau malah sebaliknya ramai dengan para siswa yang mengantuk dan dilanjutkan dengan tiduran. Mereka yang terlihat tiduran ditegur, begitu saja tisap harinya mungkin selama tiga tahun.

Belum lagi jam sekolah yang dimulai 06.30 hingga 15.00 ditambahi les hingga dua jam dan ditambahi PR yang rata-rata memakan waktu 1 jam jika ditotal maka 12 jam mereka mengurusi urusan sekolah, belum memperdalam materi yang akan diujikan. Alhasil tidak heran jika beberapa siswa curi-curi tidur pada salah satu mata pelajaran yang tidak diminati.

Dan yang selalu menjadi mata pelajaran terfavorit diantara anak-anak lelaki adalah Olah Raga dimana biasanya materi atau praktek yang diajarkan guru hanya setengah dari total waktu jam pelajaran sisanya mereka bebas melakukan apapun, yang penting dan hampir bisa dipastikan mereka akan berolahraga (kecuali yang cewek sih). Mata pelajaran lain apakah bisa seperti itu?

Sebagian selalu mengiri pada rumput tetangga yang lebih hijau, sebagian mengidamkan kurikulum yang mata pelajarannya tidak lebih dari 10 atau masih bisa dihitung dengan jari tangan.Sebagian teman memang merasa terbebani dengan mata pelajaran yang segitu banyak, lantas apa kita mau menilai mereka bahwa mereka adalah generasi yang gagal? Tentu tidak.

Pernah saya adukan ke sosial media mengenai keluhan siswa ini, yang meng-iyakan tentu saja adalah siswa. Selainnya rata-rata hanya berkata "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian." tentu hal itu tidak salah. Tapi hal itu berlaku bagi yang memiliki rakit juga bisa berenang, hal ini hemat saya juga tidak salah.Mereka memaklumi bahwa proses pembelajaran adalah suatu cobaan, dimana para siswa harus sabar dan tahan terhadapnya. Yang aneh di sini kenapa sebagian orang menganggap bahwa proses pembelajaran harus menjadi suatu fitnah (Cobaan).

Sebagai selingan. Pernah  saya baca novel biografi tentang Ginko Ogino yang merupaka dokter perempuan berlisensi pertama di Jepang di situ diceritakan bahwa ia mendapat PR hingga 200 butir soal kimia dan seringkali belajar tengah malam hingga konsumsi minyak lampunya menjadi yang paling boros dibandingkan teman-temannya. Intinya perjuangannya luar biasa dalam mewujudkan impian menjadi dokter perempuan. Namun jauh sebelum itu ia telah memiliki tujuan yang sangat jelas dalam menatap masa depannya, hingga menjadi person "Whatever it Takes."


" Yang membuat saya heran adalah 3 juta guru, 50 juta siswa dan 100 juta orang tua masih bisa diam saja dan “pasrah”, walaupun mungkin semuanya tidak suka kondisi seperti itu. Puluhan atau ratusan triliun rupiah bisa dikorupsi oleh PNS dan pejabat setiap tahun, dan rakyat masih diam saja. Tapi untuk bangun puluhan ribu sekolah baru, dengan kondisi dan fasilitas lebih baik, pemerintah selalu mengatakan “tidak ada uang”. Dan rakyat diam dan terima saja. " kata Gene Netto


Tidak bisakah proses KBM menjadi hal yang menyenangkan bagi para siswa, hingga mereka tidak update di sosial media mereka. "Yah besok Senin." "PR segudang." dan hal senada yang lain. Tak bisakah atau tak inginkah kita mengatakan "Alhamdulillah besok senin, aku akan bersekolah lagi."

Bukankah para guru juga senang jika para siswanya menaruh minat pada pelajaran yang mereka ajar? atau tidak ya? Entahlah.

Bukannya kami para siswa hanya ingin enak-enakan dengan meminta tugas dan materi sedikit, beri saja kami tugas segudang atau bahkan dua gudang maka bagaimanapun kami akan selesaikan, yah walau tak tepat waktu. Mungkin kami hanya perlu dimengerti bagaimana proses pembelajaran yang ada telah memenjara sebagian dari diri kami.

Curahan Pikiran Miris
16 Oct. 2013



Komentar

  1. bener-bener mantap.
    Nice Artikel.
    #komentar #teman #sekelas :D

    BalasHapus
  2. Dulu om/ibu/lek wied musti kesekolah jalan kaki 5KM atau 1Jam.... Alhamdulillah semua pinter2.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir