Mengenai Film Cloverfield dan Multiverse

*Bukan review dan mengandung sedikit spoiler

Diantara film-film bergenre Sci Fi, Apocalypse, dan Thriller film Cloverfield, yang saat ini sudah mencapai film ke tiganya “Cloverfield Paradox” tidak terlalu terkenal seperti Interstellar, Avatar, Alien, dsb. Hampir tidak seperti film trilogi lainnya (entah ini trilogi atau bukan) film pertama “Cloverfield” dan film kedua “10 Cloverfield Lane” sukar untuk ditemui hubungannya. Di film pertama digambarkan kota Manhattan yang porak poranda akibat sosok monster raksasa ‘Clover’ yang hingga akhir film tidak dijelaskan darimana asalnya, karena memang sudut pandang yang digunakan sangat sempit.

Di film ke dua yang mengambil latar di daerah pertanian lebih dari separuh film sama sekali tidak menunjukkan satupun pertanda adanya monster raksasa yang menyerang bumi seperti yang digambarkan di film pertama. Hingga memasuki akhir film barulah dimunculkan invasi alien dengan teknologi yang lebih canggih sedang menginvasi bumi, itupun makhluk yang sangat berbeda dari film pertama. Sehingga masih sulit untuk menemukan keterkaitan diantara keduanya.



Film ketiganya juga mengambil latar waktu dan tempat yang jauh lebih berbeda dari dua film sebelumnya. Mengambil latar waktu pada tahun 2028 dimana manusia sudah mencapai batas ketersediaan jumlah energi sekelompok ilmuwan melakukan uji coba reaktor particle accelerator bernama Shepard untuk menghasilkan sumber energi tak terbatas di stasiun luar angkasa. Uji coba Shepard menghasilkan fenomena-fenomena ganjil. Uji coba Shepard diceritakan mengganggu membran antar dimensi yang ada sehingga menyebabkan terkoyaknya ruang, waktu, materi dan dimensi. Itupun masih belum cukup memberikan keterkaitan antara ketiga film tersebut. Walapun di akhir film muncul monster raksasa yang hadir di film pertama (latar waktu film pertama dan ketiga berbeda sekitar dua dekade).

Multiverse

Bagi mereka yang menyukai film-film dengan latar luar angkasa pastinya tidak asing dengan istilah-istilah seperti dimensi, lubang cacing, relativitas, dan sebagainya. Peristiwa dalam ketiga film Cloverfield dapat dijelaskan melalui teori dunia parallel atau multiverse. Singkat kata ketiga film Cloverfield mengambil latar tempat di dunia (semesta) paralel atau multiverse. Walaupun ketiganya mengambil latar tempat di bumi (atau masih di dalam orbit bumi). Ketiga film Cloverfield berada di tiga bumi yang berbeda.

Teori multiverse menjelaskan bahwa semesta yang kita tempati ini bukan lah satu-satunya semesta. Terdapat semesta-semesta lain di luar batas semesta kita. Semesta kita (dunia tiga dimensi), berdampingan dengan dunia tiga dimensi lain yang bisa saja tidak jauh berbeda antar semestanya. Hal ini dijelaskan melalui adegan di film “Cloverfield Paradox” bahwa pada Bumi A dan Bumi B sama-sama mengalami krisis energi dan menjalankan proyek Shepard. Walau tidak 100% sama tapi hal yang terjadi di semesta A dan B tidak jauh berbeda. Misalkan saja di semesta A dan B kita berkerja di instansi yang sama tetapi berada pada satuan kerja  yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa semesta lain bukan berarti ia ada di planet atau galaksi lain yang dapat kita amati. Ia berada di’luar’ alam semesta yang kita kenal.

Mungkin hal ini terdengar konyol dan mendekati cerita dongeng. Tetapi dengan berkembangnya teori-teori seperti superstring, M-Theory, dan sebagainya. Dapat dimungkinkan bila terdapat sistem Multiverse bukan Universe seperti yang kita kenal. Ahli Fisika Dr. Michio Kaku termasuk salah satu ilmuwan yang ‘mempercayai’ keberadaan dunia parallel. Bahkan dibeberapa artikel dijelaskan bahwa beliau menganggap fenomena Déjà Vu merupakan sekilas pandangan terhadap diri kita yang berada di semesta lain.

Mengambil pendekatan Agus Mustafa dalam bukunya ‘Terpesona di Sidhratul Muntaha’. Dimensi yang lebih rendah merupakan penyusun dimensi yang lebih tinggi atau lebih tepatnya dimensi yang lebih tinggi dapat ‘menampung’ dimensi yang lebih rendah. Dimensi 1 yang berupa Garis dengan jumlah tak terhingga mengelilingi ataupun meliputi dimensi 2 yang berupa Luas. Begitu pula dimensi 3 yang berupa ruang dikelilingi dan diliputi dimensi 2 dengan jumlah tak terhingga. Maka dapat diperkirakan dimensi 3 yang kita tempati saat ini meliputi dimensi ke empat ataupun yang lebih tinggi.


Sulit bagaimana caranya membayangkan bagaimana ‘bentuk’ dimensi yang lebih tinggi karena kita terikat pada ruang 3 dimensi. Pada film Interstellar digambarkan Cooper dapat melintasi kamar tidur Murph diberbagai waktu karena ia berada di dimensi yang lebih tinggi. Ruang 3 dimensi digambarkan bagaikan kolom-kolom yang dapat dijelajahi secara vertikal, horisontal, dan diagonal.

Rasanya masih sangat lama membuktikan keberadaan semesta lain, mengingat misi untuk pergi ke planet Mars saja masih belum memungkinkan. Namun, pernahkah setelah menonton film tersebut kita merasa bahwa kita benar-benar ‘kecil’. Galaksi Bima sakti yang membentang selebar 100 ribu tahun cahaya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam semesta yang jauh lebih besar. Masa hidup kita selama 60 tahun di bumi sangatlah sebentar dibandingkan dengan usia alam semesta yang diperkirakan mencapai 13 milliar tahun. Belum lagi apabila memang semesta yang parallel benar-benar ada. Bagaimana jika pada akhirnya kita suatu saat akan bersinggungan dengan semesta lain itu? Bagaimana jika semesta lain dengan dimensi yang lebih tinggi merupakan tempat bagi kita setelah meninggalkan dunia ini? Entahlah. Pada akhirnya film tetaplah film, entah apa yang akan terjadi apabila suatu saat nanti benar-benar tersingkap tabir pembatas dunia ini dan kita menjadi saksi atasnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir