Rapatkan Barisan, Kita Sambut Kemenangan
Apabila kita tengok keadaan Umat
Islam sudah tak perlu ditanyakan kalau kita identik dengan keterbelakangan,
kemiskinan, kebodohan dan sebagainya. Kita pun ‘hanya’ bisa membanggakan
prestasi-prestasi generasi pendahulu kita terutama generasi Salaf yang di mana
bisa berinteraksi langsung dengan Rosulullah shallalahu alaihi wasalam yang
memegang kendali dan sebagian sudah dijamin bisa merasakan Jannah, dengan
segala kemegahan istana-istananya, sejuk kebunnya.
Masa dimana Umat dipimpin oleh
manusia sekaliber Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib (radhiallahu anhum) menghiasi lembar sejarah Umat sebagai Amir.
Lalu mulai dari periode Muawiyah
r.a berkembang Dinasti Ummayyah dilanjutkan dengan prestasi-prestasi gemilang
Dinasti Abasiiyah dan ‘diakhiri’ oleh kesultanan Turki yang salah satu
Sultannya yaitu Al-Fatih dan Pasukannya (terumama pasukan elit Jannisary) telah
mendapat label sebagai “Pemimpin dan pasukan terbaik” pembebas Konstantinopel.
Sampai akhirnya resmi dibubarkan
pada 3 Maret 1924,,, secara garis besar ini sesuai dengan salah satu sabda
Nabi, yaitu :
“Periode an-Nubuwah (kenabian) akan berlangsung pada
kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang
periode khilafatun 'ala minhaj an-Nubuwah
(ke-khalifah-an atas manhaj kenabian) selama beberapa masa hingga Allah ta'ala
mengangkatnya, kemudian datang periode mulkan
aadhdhon (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa,
selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan(penguasa-penguasa
yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan
Allah ta'ala, setelah itu akan terulang kembali periode khilafatun 'ala minhaj an-Nubuwah.” kemudian nabi Muhammad saw diam
(HR. Ahmad)
** Periode kepemimpinan Nabi secara langsung**
** Kepemimpinan sekaliber khulafaur rasyidin**
** Bani Umayyah s/d Ottoman**
** Dari 3 maret 1924 sd sekarang**(resmi bubarnya turki utsmani)
Sederhananya sudah 88 tahun kita
Umat Islam secara keseluruhan memasuki masa ke-empat. Mungkin banyak yang
saling tuding-menuding sebenarnya siapa yang salah atas keterbelakangan yang
dialami Umat. (Sudahlah,, tak perlu dibahas)
Beberapa kali dalam diskusi
setelah saya memaparkan teks di atas ada yang berpendapat, “Itu tampak seperti
sudah direncanakan Oleh Allah, logikanya bererti Allah tidak sayang pada Umat
Islam?” dan langsung mempunyai prasangka bahwa hadis diatas Maudhu padahal tak
mempunyai latar belakang Ilmu Hadis.
Allah sangat sayang, cinta, suka
kepada hamba-hamba yang mukmin banyak Ayat maupun Hadist yang menjelaskan jadi
ini tak sepatutnya diragukan lagi. Mungkin pertanyaannya muncul karena “Sayang
tapi kok dibiarkan mengalami keterbelakangan?”. Ini karena kita sudah terbiasa
dengan persepsi bahwa sayang anak maka uang sangunya diberi 100.000 rupiah
perhari, sayang kekasih apapun dianggap benar walau berdusta atas nama cinta,
sayang binatang peliharaan maka makanannya lebih mewah dari majikan, Anak
pembesar seperti Raja anaknya sudah dijamin kaya seumur hidup dari uang sang
Ayah. Iyakan itu persepsi kita terhadap apa yang kita sayangi ??? pokoknya asal
dia bahagia!!! Dan benci terhadap sesuatu yang tak bahagia seperti keadaan Umat
sekarang.
Tapi Allah sudah menegaskan bro,,
bahwa kebahagiaan yang abadi itu si Surga kelak!!!! Coba kita ingat-ingat
sejarah Sahabat maka dalam menegakkan Islam sebelumnya mengalami penderitaan,
kegetiran, keterbelakangan dari kaum kafir pada ekonomi, persenjataan perang,
politik yang luar biasa parahnya. Bilal yang mempertahankan keyakinannya walau
ditindih batu, Nusaibah bin Ka’ab yang rela menjadikan tubuhnya untuk
melindungi Rosul, dan banyak lagi yang banyak dengan “penderitaan”. Kalau
memakai logika sederhana seperti di atas ya sudah Allah Yang Maha Kaya langsung
saja memperbaiki ekonomi mereka, Memenangkan mereka dalam semua perang begitu
saja. Dan benarlah kata-kata, “Muda berfoya-foya, Tua kaya raya, Mati masuk
surga” (Mana nilai juangnya???)
Kita belum terbiasa dengan
persepsi bila Ayah sayang anak maka uang sangunya malah ditipiskan agar ia tau
sulitnya cari uang walau itu keluarga konglomerat, Suami yang membentak
Istrinya yang melanggar perintah agama walau sekecil apapun tapi sebenarnya
sangat sayang, Seorang raja yang mendidik putra mahkotanya terjun langsung pada
rakyat menjauhkan dari lingkungan Istana agar ia mengerti keluh kesah
rakyatnya. Ya intinya kita ga suka kalau bahagianya “nanti dulu…”
Pun dengan kondisi Umat sekarang
baik yang asing dengan Agamanya, lalu jumlah Umat yang sangat banyak tapi
seperti buih di lautan. Kita hidup seperti gelandangan tidak ada identitas kita
tidak lagi merindukan ‘Istana’ yang dahulu pernah kita bangun, kita merasa
sudah cukup untuk tinggal di ‘gubuk-gubuk yang reyot’ (Mungkin karena sudah
terlalu lama tidak tinggal di Istana dan merasa nikmat tinggal di gubuk-gubuk
itu dan akhirnya meyakini begini saja sudah cukup) yang akhirnya membuat kita
memiliki mental ‘Gelandangan’.
Inilah yang kita alami “we are
living in the darkest age of Islamic history!!!” Kondisi umat sudah seperti
gelandangan babak belur pula. Lalu bagaimana harusnya kita memandang masalah
ini? Tenang-tenanglah kawan! ada satu fasa lagi yaitu , “setelah itu akan
terulang kembali periode khilafatun 'ala minhaj an-Nubuwah” ya ini lah yang
pada finalnya akan digapai oleh para “Al-Ghuroba” yang berbahagia senantiasa
memegang teguh Sunnah-Sunnah Agama yang kembali asing ini, Yang akan digapai
orang yang senantiasa berperang di jalan-Nya dan melakukan perbaikan-perbaikan.
Di sini kita akan menyaksikan
pemimpin-pemimpin yang betul-betul berkualitas membimbing Umat, kita akan
kembali ke Istana kebesaran kita di Balairung Emas, di mana kejayaan,
kedamaian, keindahan kicauan burung, gemericik air, kehangatan cahaya mentari,
kehangatan kasih sayang seorang Ibu, keperkasaan para kesatria tak lagi hanya
sekedar dongeng belaka!!!!!
Kita harus optimis akan masa
depan Indah yang sudah dijamin Nabi kita ibarat kita sedang berjalan pada
sebuah jalan yang lurus, landai lalu menemui jalanan becek, berlubang, berbatu
dimana kita sekarang berada! Maka kita harus sebisa mungkin untuk menuruskan
perjalanan pada jalan yang lurus nan halus, landai, tak berbatu itu.
“Lho kalau gitu ya sudah kita
santai santai saja tidak perlu capek-capek memperjuangkan Agama ini, toh
kemenangan daan para pemenang sudah pasti ada.” (Memang ada ya yang berpikiran
begini?) Saya ambil satu paragraph dari buku Merindukan Jalan Dakwah terbitan
Darul Uswah,,,
“Kebangkitan Islam bukanlah hadiah dari Allah tanpa alasan.
Meskipun Rasulullah shallallahu alaihi wasalam memberikan garansi pada
sabdanya, ‘Akan senantiasa ada segolongan dari Umatku yang berperang di jalan
Allah dan eksis hingga Hari Kiamat’ Tapi adakah jaminan bahwa kita termasuk
yang Rasulullah sabdakan?”
Kawanku
tercinta, kembalinya kejayaan itu menuntut pengorbanan yang sangat bisa jadi
meneteskan air mata, perasan keringat bahkan darah seperti yang telah ditempuh
generasi Salaf yang telah membangun ‘Istana’ kita dulu. Kita tak bisa berbangga
dan akhirnya terlena dalam senda gurau sebelum Istana kita betul-betul tegak
berdiri, menyilaukan pandangan setiap Musaffir!
Mari rapatkan barisan, tundukkan semua panji di bawah panji
Tauhid, dan sambutlah Kemenangan!!!
“ Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan
hamba-hamba-Mu yang terdaftar ke pasukan Jihad Imam Mahdi. Ya Allah jadikanlah
kami generasi sekaliber generasi ‘Whatever It Takes’ dan generasi ‘5 ; 54’. Ya
Allah berilah kami salah satu dari dua kebaikan sejati Hidup mulia di bawah
naungan Syariat-Mu atau Mati Syahid. ”
Sumber :
Dari beberapa artikel terkait dan renungan setelah membaca
buku “Hidup Dalam Keterasingan” dan “Merindukan Jalan Dakwah”
Komentar
Posting Komentar