Malaysia Ambillah Budaya Kami (?)
Negara Serumpun itu julukan yang lekat bagi Indonesia
dan Malaysia karena memiliki latar belakang secara Historis mahupun Geografis hampir sama. Beberapa permasalahan berhasil membuat ketegangan antara dua belah pihak, salah satunya mengenai Klaim atas budaya Indonesia oleh Malaysia. Beberapa orang Indonesia terutama di dunia maya membuat semacam Grup yang
isinya cacian atas Malaysia. Lalu pantaskah hal ini terjadi???
Berikut permasalahannya secara singkat yang
saya ambil dari situs forum.kompas.com (25/06/12)
“ Rencana pemerintah
Malaysia untuk mengklaim Tari Tor-Tor yang berasal dari Sumatera Utara sebagai wariswan budaya milik Negeri Jiran menyita perhatian banyak pihak. Belum jelas alas an dari pihak Malaysia
mengapa menyebut Tari Tor Tor sebagai bagian dari budaya mereka, namun yang pasti, kasus klaim atas kebudayaan
Indonesia ini bukan yang pertama kali terjadi. Jadi berita melaporkan,
ada beberapa warisan kebudayaan kita yang diakui oleh Malaysia sebagai miliknya, berikut lima diantaranya:
1. Angklung
Dalam situs www.musicmall_asia.com disebutkan bahwa angklung berasal dari Malaysia
tepatnya berada di kota Johor. Musik angklung merupakan pengiring kesenian kuda kepang. Klaim ini membuat masyarakat Indonesia marah, namun pemerintah Malaysia membantah melakukan klaim atas alat musik khas Jawa Barat
tersebut.
2. Reog Ponorogo
Awal dari klaim ini adalah pada saat website Kementerian Kebudayaan, Kesenian, danWarisan Malaysia dengan alamat situs http://www.heritage.gov.my memasang gambar Reog Ponorogo dan menyebutnya sebagai tarian asal Malaysia yaituTari Barongan. Komentar menentang pun bermunculan, sampai akhirnya Pemerintah Jawa Timur berupaya mendaftarkan Reog Ponorogo untuk mendapatkan hak paten tingkat dunia.
3. Rasa Sayange
2. Reog Ponorogo
Awal dari klaim ini adalah pada saat website Kementerian Kebudayaan, Kesenian, danWarisan Malaysia dengan alamat situs http://www.heritage.gov.my memasang gambar Reog Ponorogo dan menyebutnya sebagai tarian asal Malaysia yaituTari Barongan. Komentar menentang pun bermunculan, sampai akhirnya Pemerintah Jawa Timur berupaya mendaftarkan Reog Ponorogo untuk mendapatkan hak paten tingkat dunia.
3. Rasa Sayange
Pada bulan Oktober 2007, iklan pariwisata Malaysia
bertajuk “Malaysia, Truly Asia”, menggunakan lagu rakyat. Liriknya terdiri dari campuran Bahasa Inggris,
Melayu dan Mandarin, tetapi, jika didengarkan lebih lanjut,
terdapat lirik “… Rasa saying sayang hey”. Yang sangat mirip dengan lagu Rasa
Sayange, lagu turun temurun rakyat Maluku.Protes keras muncul dari Indonesia.Terutama di Internet, bahwa
Malaysia “mencuri” lagu Rasa Sayange untuk mempromosikan pariwisata mereka. Tapi Tengku Adnan
Tengku Mansor, Menteri Pariwisata Malaysia ketika itu menyatakan,
Rasa Sayang –versi mereka dari lagu Rasa Sayange –adalah lagu rakyat di kepulauan Nusantara, dan Indonesia tak bias mengklaim punya lagu tersebut.
Sementara menurut Menteri Penerangan Malaysia, YB Dato menegaskan bahwa tidak ada niatan dari Malaysia
untukmengklaim lagu tersebut sebagai milik Malaysia.
4. Tari Pendet
4. Tari Pendet
Tarian khas asal Pulau Dewata tersebut juga tak luput dari klaim Negeri Jiran. Hal itu diketahui ketika dalam sebuah iklan pariwisata
‘Visit Malaysia’ menampilkan cuplikanTari Pendet tersebut. Meskipun begitu,
pemerintah Malaysia berkilah bahwa mereka tidak melakukan klaim dan yang terjadi semata-mata hanya kesalahpahaman belaka.
5. Batik
5. Batik
Pada saat awal kasus Klaim ini terjadi, Batik
merupakan salah satu yang pertama di Klaim oleh Malaysia sebagai warisan kebudayaan milik negaranya. Pengakuan tersebut sempat membuat resah pengrajin
batik dan juga menuai kemarahan rakyat Indonesia. Bahkan dalam laga final piala AFF lalu, sempat ramai informasime lalui Broadcast
Message untuk memakai batik saat Indonesia bertanding melawan Malaysia. Klaim atas batik ini akhirnya dimenangkan oleh Indonesia
dengan ditetapkannya batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh Unesco pada 2 Oktober
2009. Ada beberapa kebudayaan lain yang juga telah diklain oleh Malaysia.
Khusus untukTari Tor-Tor masyarakat pengguna Social Media di
Indonesia bersama membuat gerakan lewat hashtag #Tortor punya Indonesia dan berencana menjadikannya sebagai Trending
Topic Worldwide agar masyarakat dunia tahu bahwa Tari Tor Tor milik
Indonesia.“
(Emang masyarakat dunia mau tahu???)
(Emang masyarakat dunia mau tahu???)
Di jejaring social semacam Facebook dapat dijumpai grup-grup yang
menyatakan dirinya sebagai ’Anti Malaysia’ (Bahkan dalam satu fanpage ada yang
mencapai hingga 200.000 anggota lebih) akibat tindakan Malaysia seperti
yang tercantum di atas.Tidak jarang sebagian mengeluarkan kata-kata yang berlebihan dan tambah memperkeruh suasana.
Memvonis Malaysia sebagai pencuri atau bahasa jawanya
‘maling’ sehingga Malaysia mendapat julukan ‘MalingShit’ (Astaghfirullah).Bahkan sebagian akun yang
masih menyerukan suara-suara persatuan semacam ‘Negara Serumpun’ bisa di cap tidakNasionalis. Lupakah kita dengan banyaknya saudara-saudara
Muslim kita di sana???
Tindakan Malaysia yang asal klaim itu tidak dapat dibenarkan,
tapi apa tindakan memecah-belah persatuan semacam hujatan itu dapat juga dibenarkan??? Sementara kita bertindak santai-santai sahaja apabila budaya Western
dengan 3F-nya (Fun, Fashion, Food) ataupun K-Pop menghiasi layar kaca yang ada
di setiap rumah masyarakat Indonesia. Secara perlahan menggantikan budaya-budaya
yang sudah mengakar dalam sanubari bangsa.
Pun dengan segelintir orang yang
masih mencintai dan berusaha melestarikan budaya bangsa nyatanya di cap kuno, kuper danberbagai macam sindiran
miring lainnya. Sebagai contoh nyata batik (karena batik saya anggap netral dan aman-aman sahaja dari budaya atau adat lain yang
masih tampak praktek-praktek kesyirikan seperti Mauludan kejawen ataupun melarungkan sesajenke Laut) antum carilah ke Mall,
resto, toko buku dan hampir setiap tempat. Bisa dibilang hampir tidak ada yang
memakai batik. Kerana tak ada kebanggaan bagi para pemuda khususnya untuk memakai batik. Mereka lebih bangga memakai produk barat semacam Macbeth.(Sangat miris apabila kawan-kawan ‘teman barat’ itu juga termasuk salah satu penghujat Malaysia)
Apalagi untuk belajar main
angklung, belajar reog ponorogo, nyanyi rasa sayange dan tari tor-tor? Ya budaya-budaya kita sendiri hanya kita simboliskan secara seremonial pada hari-hari tertentu. Tapi tidak menjadi gaya hidup. Tentu lebih enak modern
dance (paling-paling dikombinasi dengan tarian adat untuk membuat kesan tertentu, padahal sangat sedikit unsur yang
mempengaruhi) atau lagu-lagu K-Pop.
Jika kita mau merenung sejenak, dari peristiwa ini ada hikmah yang
dapat kita ambil. Sejak Malaysia meng-klaim batik sebagai budayanya justeru beberapa teman saya ‘taubat’
dan ‘rela’ memakai batik baik itu pada buku tulis maupun tas. Mungkin jika Malaysia tidak pernah meng-klaim
Tor-tor sebagai sub-budayanya sebagian dari pemuda Indonesia tidak bakal tahu apapun tentang tari Tor-tor.
“ Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al
Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).”
Al-Baqarah : 269
Nasionalisme kita serasa meledak-ledak akibat singgungan dari Malaysia
itu, sejenak saya amati kita lupakan permalahan-permasalahan pokok di Negeri tercinta ini bersatu padu membela harga diri bangsa yang
diinjak-injak negara tetangga.
Hentikanlah hujatan-hujatan itu, tiada faedah yang
dapat diambil. Kita harus tahu jati diri kita yaitu seorang Muslim di Bumi Indonesia. Dan tanyakan apakah harus Malaysia
meng-klaim seluruh budaya kita agar kita sadar betapa kayanya Negeri ini juga jati diri kita???
"Malaysia menggunakan cultural menjadi kekuatan
global, di mana Tor-tor sebagai sub kultur budaya mereka. Hal
ini sama halnya pengakuan Barongsai menjadi sub kultur Indonesia. Apa RRC marah, tidak kan?" ujar
Sultan usai mengikuti Diskusi Angkat Pena Demi Dialog Papua, Rabu (20/6/2012). "Kita sendiri tidak memperdulikan budaya sendiri,"
Yogyakarta, kompas.com
Wallahu A’lam.
27 Juni 2012
Komentar
Posting Komentar