Catatan Pendek Mengenai Isbal
Maaf ini bukan artikel berisi dalil-dalil mengenai haramnya Isbal (Menjulurkan pakaian dibawah mata kaki). Ataupun hujah-hujah para ulama yang berpendapat mengenai bolehnya Isbal namun tanpa disertai kesombongan. Saya sangat underqualified / tidak pantas apabila ingin membuat artikel yang membahas masalah itu. (Walaupun mungkin artikel-artikel yang seragam dapat dijumpai pada artikel terdahulu pada blog ini).
Yang pasti jangan harap menemukan artikel yang ilmiah, menginspirasi, kritis , atau extraordinary di blog ini.
Ada salah satu postingan di Instagram yang membuat saya mengernyitkan dahi dan bertanya dan pertanyaan selanjutnya membuat saya lebih heran lagi. Di post tersebut salah seorang jama'ah menanyakan "Hukum menggulung pakaian (celana, sarung, etc) untuk menghindari Isbal?" Sang ustadz menjawab bahwa hendaknya pakaian tersebut dipotong bukan sekedar digulung, kemudian berkata mengenai dosa Isbal, dan mengingatkan bahwa Isbal bukan dosa yang bisa diremehkan.
Dari 'dialog' tadi kita dapat menyimpulkan bahwa si jama'ah penanya dan sang ustadz bersepakat mengenai tidak bolehnya Isbal. Hal yang menjadi rumusan masalah adalah mengenai cara menghindarinya. Saat sang ustad menerangkan bahwa cara menghindari Isbal adalah dengan cara memotong ujung celana tidak boleh dengan cara menggulung. Pikiran liar saya terheran-heran.
Saya pun bertanya apakah menurut syariat Islam kita tidak boleh menggulung celana? Jika tidak boleh apakah itu berlaku secara umum ataukah pada keadaan khusus tertentu saja seperti untuk menghindari Isbal?
Saya melihat kembali post tersebut untuk kedua kalinya dan menyadari hal lain. Bahwa si jama'ah penanya ini, menanyakan suatu pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah muncul di pikiran saya. Sehingga membuat saya berpikir lagi.
Anggap saja kita sudah sepakat bahwa isbal itu tidak boleh. Ok. Tapi apakah bahkan sama sekali tidak ada ruang untuk perbedaan cara menghindari Isbal?
Dan postingan tersebut membuat saya berpikir iya, bahkan ada sebagian orang muslim yang meyakini tidak ada ruang bagi perbedaan cara menghindari Isbal.
Apakah di kemudian hari kita akan menemui seorang jamaah yang bertanya hukum soal
"Bolehkah menggulung ujung atas sarung agar tidak Isbal?"
"Bolehkah melipat lalu jahit permanen ujung celana bagi laki-laki agar tidak Isbal?"
"Bolehkah beli celana yang tidak terlalu panjang bagi laki-laki agar tidak Isbal?"
Jika ada seorang muslim yang melihat muslim lain menggulung celananya dan terbesit dalam pikirannya, "Menurut Islam harusnya di potong lo, susah amat." apa yang akan ada dipikirannya saat melihat orang yang Isbal? Orang yang beda pendapat soal ada tidaknya qunut di sholat subuh? Muslimah yang tidak memakai kerudung? Beda ormas? Beda agama? Orang yang tidak percaya dengan adanya Tuhan? Atau bahkan orang yang akan hidup seribu tahun dari sekarang (Ok, kejauhan).
Dunia berkembang begitu pesatnya. Blackberry sudah bangkrut ketika saya belum pernah berkirim pesan dengan Blackberry Messenger, Pioner youtube Indonesia sudah pamit ketika saya baru mulai iseng upload video ke youtube, 5G sudah dituduh sebagai media penyebar virus Corona saat saya masih tidak lancar ketika menonton video resolusi 720p.
Dan kita masih memiliki orang yang bertanya-tanya apakah dari tinjauan syariat Islam menggulung celana salah?
I mean dude, seriously???
Footnote :
* Sedikit lupa tapi dulu -mungkin- saya pernah meyakini bahwa Isbal itu merupakan salah satu dosa. Sehingga sering menggulung celana seragam sekolah terlebih saat sholat. Hingga saat ini pun rasanya tidak nyaman apabila Isbal saat menggunakan sandal dan nyeker.
Komentar
Posting Komentar