Mengenai RUU PKS
Disclaimer
: Saya belum mempelajari khusus mengenai RUU PKS (Rancangan Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan Seksual) ini. Namun, setelah beberapa kali membaca
argumen-argumen pihak pro maupun kontra di kolom komentar berbagai media.
Posisi saya saat ini lebih cenderung ke pro. Kenapa?
Setiap membaca kolom komentar mengenai pro kontra RUU PKS pihak-pihak yang kontra menyampaikan bahwa ini hanya merupakan kedok untuk mempromosikan perilaku seks bebas dan LGBTQ, tidak sesuai dengan ideologi Pancasila, adat ketimuran, dan juga berpotensi mengkriminalisasi tindakan intim antara suami istri. Alasan-alasan ini sebenarnya merupakan alasan yang masih bisa saya ‘sepakati’.
Di sisi lain alasan-alasan pihak pro RUU PKS seperti negara tidak boleh mencampuri urusan seksual jika memang dilandasi atas rasa mau-sama mau atau consent terutama di luar pernikahan juga masih tidak bisa saya sepakati, minimal masih saya pertanyakan.
Lantas kenapa saya lebih cenderung pro? Mungkin alasannya, lewat cerita yang akan saya ceritakan sama sekali tidak ada hubungannya dengan substansi RUU PKS ini. Saya sendiri pun tidak bisa mengingatnya secara jelas, namun jika ada salah satu pengalaman di masa kecil yang tidak bisa saya lupakan ini adalah salah satunya. Saya sendiri sejauh ingatan baru menceritakan hal ini ke beberapa teman dekat saya.
Jadi Gini …
Ketika itu saya masih SD mungkin kelas 3 atau 4 tapi yang jelas belum mencapai kelas 6 SD. Seperti anak-anak kebanyakan di luar jam sekolah saya bermain dengan teman-teman komplek atau mengaji ketika sore. Main apapun yang biasa dimainkan anak kecil saat itu. Selepas bermain ataupun mengaji kami terbiasa berkumpul di halaman masjid bercerita tentang setan yang menghuni pohon beringin tua di halaman masjid ataupun beyblade baru yang dibeli.
Saat itu ada seorang pria sepertinya sudah paruh baya menghampiri kami. Saya seperti tidak asing dengan wajahnya, dalam artian pernah beberapa kali melihatnya sholat di masjid komplek. Setelah basa-basi menyapa kami, saya lupa dia menanyai kami entah satu persatu atau sekaligus. Pertanyaannya adalah :
"Kalian sudah pada sunat belum?"
Saat itu saya tidak ada pikiran yang macam-macam karena merupakan hal wajar bagi kami di usia itu mengejek mereka yang belum sunat, pamer uang hasil sunat, ataupun menertawai mereka yang menangis saat sunat.
Another Flashback :
Dan
tentu saja saya sama sekali belum mengenal apa itu pornografi. Pertama kali
saya mengakses web pornografi adalah ketika diminta mencari contoh dialog
bahasa inggris oleh guru SMP, teman saya merekomendasikan website ___.com
(Bahkan sampai sekarang saya masih ingat nama webnya). Saya yang ketika itu
masih polos membuka web itu di tengah-tengah warnet yang sedang ramai
pengunjung. Rasanya malu setengah mati hingga keringat dingin bercucuran.
End
Teman-teman menunjuk beberapa anak yang belum sunat ketika itu, saya termasuk yang kena tunjuk. Sampai saat itu belum terjadi apa-apa hingga adzan maghrib berkumandang dan diteruskan dengan Iqamah. Orang tadi mempersilahkan saya untuk sholat tepat di sebelahnya, saya masih berpikir wajar karena untuk mengisi saf yang kosong.
Masih belum ada yang aneh sampai sholat dimulai. Hingga sholat mencapai posisi I'tidal (setelah ruku’). Di posisi ini tangan kita sedang tidak bersedekap, di situ saya merasakan remasan di tangan saya dari orang tadi. Saya terkejut bukan main, namun masih melanjutkan sholat sambil bertanya-tanya, "Orang ini ngapain?" dan mungkin itu menjadi keputusan yang salah karena pada i'tidal berikutnya si anjing ini melakukannya lagi.
Saya lupa tepatnya beberapa kali, tapi jelas lebih dari sekali. Bodohnya saya masih menyelesaikan sholat ja'maah, padahal pikiran sudah kalang kabut pergi kemana. Begitu imam mengucapkan salam saya tidak sempat melihat orang itu. Saya langsung ambil posisi lompat ke belakang hingga hampir menabrak jama'ah di belakang saya. Saya langsung pulang ke rumah dan menceritakan hal ini pada orang tua. Saya lupa bagaimana saya bercerita juga tanggapan orang tua saya. Sepertinya setelah hari itu saya masih melihat orang tersebut beberapa kali berjamaah di masjid dengan perasaan takut yang masih menghantui.
Selesai…
· Apa hubungannya cerita enggak jelas saya dengan sikap pro saya RUU PKS? Entahlah.
· Apakah saat orang tersebut meremas saya itu di karenakan niat buruk atau kebetulan saja dia hanya menggaruk-garukan tangannya yang gatal atau dingin karena kipas ke tangan saya? Entah juga.
· Apakah saya trauma? Entah juga, lha wong setelah kejadian itu saya masih sering main di masjid.
· Apabila diminta bukti saya pun tidak punya. Wajahnya saja sudah lupa.
Namun yang jelas saat itu adalah saya takut. Sebuah ketakutan yang berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta tidak terlupakan hingga saat ini.
Ok, anggap saja orang ini meremas tangan saya karena gatal dan pertanyaan menjijikannya menjelang adzan maghrib itu hanya basa-basi. Atau bahkan lebih esktrem lagi, anggap saja kejadian itu hanya mimpi buruk ataupun imajinasi liar saya sebagai anak-anak. Namun, dibandingkan dengan rasa takut yang saya alami bagaimana takut dan hancurnya anak-anak korban kelakuan bejar predator-predator seksual atau wanita korban perkosaan yang berharap harinya berjalan dengan baik dan normal? Bagian tubuh yang selama ini mereka hanya tau untuk buang urine menjadi target predator-predator ini. Saya yang hanya dipegang tangan saja sudah merasakan hal yang mengerikan.
Saya ingin mengumpat sekencang-kencangnya, ketika membaca berita-berita tentang kekerasan seksual dan tiba-tiba mengingat memori saya satu itu. Karena saya tidak bisa marah-marah dengan bahasa inggris yang bagus seperti netizen twitter dan tidak punya istilah di bahasa indonesia yang tepat serta beristighfar terlalu baik untuk orang-orang bejat ini. Alhasil …
JANCOOOOK, MATIO JANCOOOK.
(Lega sekali setelah menuliskan kalimat ini)
Keterkaitan dengan sikap pro RUU PKS
Kalau menurut https://theconversation.com/mengapa-penolakan-kubu-islam-konservatif-terhadap-ruu-pks-salah-kaprah-112366 RUU PKS merupakan respons dari kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan seorang siswi SMP berusia 13 tahun bernama Yuyun yang dilakukan oleh 14 pemuda di Bengkulu. Bukankah usulan ini memiliki dasar yang bagus?
Di media sosial Facebook saya mengikuti akun "Gene Netto" seorang 'mualaf asal australia / selandia baru yang cukup aktif dalam kegiatan religius dan sosial. Melalui akun facebooknya beliau sering membagikan berita mengenai kasus-kasus kekerasan seksual. Bahkan seingat saya pernah hampir dalam satu bulan beliau mengupdate berita tentang ini setiap hari.
Post beliau gambaran dalam tiga hari kebelakang saat artikel ini ditulis. Saya sendiri pernah mencoba, ketik saja kata kunci “pemerkosaan”, “sodomi”, “cabul” niscaya bisa kita dapatkan berita baru hampir setiap hari.
Note
Saya sendiri mencoba mengkategorikan
(hal ini tidak didasari riset manapun)
-
Kebutuhan Seksual (suami istri
mau-mau) : Sebagai hal yang bisa disepakati kebolehannya.
- Perilaku Seksual (seks di luar nikah,
FWB, LGBTQ, dsb) : Sebagai hal yang bisa diperdebatkan sepanjang waktu.
-
Kejahatan/Kekerasan Seksual
(Pemerkosaan, sodomi) : Sebagai hal yang bisa harus segera diatasi.
Kenapa pula diksi ‘kekerasan’ jadi
poin masalah? Bukankah dulu ada pemimpin suatu provinsi yang tidak disukai ‘semua’
orang karena berwatak ‘keras’?
End
Figure 1
Komentar netizen
Oleh
karena itu, ketika ada sekelompok orang yang menggaungkan usaha untuk memerangi
kekerasan seksual saya tidak bisa menolak untuk tidak bisa mendukung hal
itu. Saya jengkel ketika ada yang mengatakan bahwa pengusung RUU PKS hanya
sebenarnya memikirkan cara untuk melakukan seks bebas dan LGBTQ.
Kalau anda bertanya jujur pada diri sendiri tidakkah diantara pengusung RUU PKS ada yang tulus berniat menolong korban kekerasan seksual? Tidakkah kalian bisa berjalan bersama dalam hal itu? Atau kalau tidak tunjukkan saja kalau kalian lebih serius memerangi ini daripada membahas bid’ah tidaknya mabit (Malam bina iman taqwa) atau hukum menggulung celana untuk menghindari isbal. Apalagi mengatakan bahwa dengan menyuruh seorang laki tidak boleh melihat lawan jenis dan melarang sehelai rambut perempuan terlihat oleh lawan jenisnya adalah solusi terbaik memerangi kekerasan seksual.
Saya bisa sepakat bahwa seks di luar pernikahan haram, propaganda LGBTQ di lawan. Saya sendiri orang yang bahkan ketika mengambil barang untuk suatu acara di tempat lawan jenis, Indra-indra saya sudah secara otomatis mengaktifkan nen pembatas agar sebisa mungkin selalu terjaga jarak secara fisik (Bukan karena saya suka dengan sama jenis tentunya).
Figure 2
Ten Nobunaga HunterXHunter
Tidak bisakah kalian alihkan
diskusi-diskusi atau luangkan sedikit saja waktu pada hal yang lebih urgent yaitu
bagaimana mencegah tindak dan menolong korban kekekerasan seksual. Keluarkanlah
segala argumen intelektual yang keluar untuk menolak ide seks bebas ketika ada
kasus kekerasan seksual daripada sekadar beristighfar atau "Innalillah,
yuk ngaji lebih sering yuk".
Karena saya sadar saya bodoh bukan siapa-siapa, saya tidak bisa
membuat argumen-argumen yang disertai dalil-dalil Tuhan, dasar-dasar hukum
perundangan, atau pun riset-riset terbarukan. Bahkan artikel ini ditulis hampir tanpa
riset sama sekali. Pun jika diminta turun ke jalan untuk ikut aksi untuk mendukung
atau sekedar mengikuti diskusi RUU PKS saya belum tentu mau.
Tapi
saya yakin, kalau pengalaman yang saya alami saat itu benar-benar karena suatu
niat buruk. Maka himbauan-himbauan seperti
"Salah korban pakai baju
terbuka."
"Makanya sering ke
masjid."
"Salah sendiri keluar
malam-malam."
Sama sekali tidak akan mengatasi
rasa takut saya ketika itu.
~ Dude, that shit happened Inside
the Masjid when I was Praying.
Komentar
Posting Komentar