Inikah Cinta??
“Ketika senyummu menggertarkan jiwa,
Ketika parasmu menjadi yang terindah di dunia,
Ketika kata-katamu lebih indah dari seribu alunan nada,
Ketika pandanganmu sejuk terasa.
Saat aku cemburu kau bersamanya,
Saat memilikimu adalah hal yang ku Cita,
Saat bersamamu adalah hal paling berharga,
Aku sempat yakin bahwa aku mencintaimu
………..”
Bismillah
Begitulah apabila Cinta sedang menggetarkan rasa,,,, Tak bisa dipungkiri jika kita mencoba membahas Cinta dan Hukum Hubungan Non-Mahram tidaklah bisa kita pisahkan dari hal yang biasa kita kenal dengan istilah “Pacaran”. Beberapa diskusi saya coba lakukan dengan beberapa teman tanpa bermaksud membahas pacaran, saya hanya membuka forum dengan tema kurang lebih ‘Fitrah rasa cinta’ dan ‘Hubungan Non-Mahram dalam Islam’ selalu saja ujung-ujungnya tak jarang menceritakan pengalaman pacarannya.
Pemahaman remaja sekarang apabila cinta ya pacaran……… Ketika saya mencoba menyanggah statement mereka yang pro-pacaran pun jawaban yang didapati kurang lebih menyanggah dengan alasan bermacam mulai dari tergantung pacarannya seperti apa, rasa takut tak bisa bertemu jodoh sejati, berlatih untuk jenjang pernikahan, juga sebagai bentuk pengungkapan rasa cinta seperti yang digembar-gemborkan oleh …
Bahkan yang menurut saya cukup pelik adalah realitas bahwa pacaran atau yang saya maknai sebagai ‘Aktivitas Zina Atas Nama Cinta’ menjadi hal yang bagi sebahagian besar remaja Islam adalah hal yang mutlak, wajib, perlu, butuh dilakukan,,,,
Sehingga membentuk suatu paradigma bahwa “Mereka yang tidak berpacaran kecil kemungkinannya untuk bisa melaksanakan jenjang pernikahan yang bahagia, tentram adem dan anyem…..”
Ya,,, paradigma semacam itu yang pernah berkecamuk dipikiran saya. Dalam hati pun muncul suatu ketakutan apabila akhirnya harus sendirian seumur hidup di dunia. Coba bayangkan jika kita ingin membangun sebuah bahtera rumah tangga mana mungkin kita tak pernah sebelumnya menghabiskan waktu berdua sahaja dengan dia, tak pernah saling memanggil dengan embel-embel “Cintaku,, Sayangku,, Hidupku. Dsb”. Mana mungkin hubungan pernikahan dapat bertahan????
Toh dalam Islam juga diperkenalkan dengan istilah Ta’aruf, Tafahum dsb,, apa salahnya jika kita ‘mengindonesiakan’nya dengan istilah pacaran. Yang penting jangan sampai kita melakukan hal yang dilarang seperti seks bebas, kalau untuk sekedar keluar berdua apakah salah????
Apa juga salah apabila,
- Kita merasa beruntung sekali jika selalu dapat berduaan, dan berpisah dalam waktu pendek saja tidak tahan rasanya. Dan keduanya merasa satu sama lain saling memerlukan.
- Kita merasa cocok satu sama lainnya. Karena segala permasalahan yang sedang dihadapi dan dirasakan menjadi masalah yang perlu dicari pemecahannya bersama. Hal ini dimungkinkan karena mereka satu dengan lainnya merasa dapat mencapai saling pengertian dalam seluruh aspek kehidupannya.
- Satu sama lain senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menuruti kemauan sang kekasih. Hal ini dimungkinkan karena perasaan cinta yang telah tumbuh secara sempurna dengan pertautan yang kuat.
Satu pertanyaan, “Apakah benar?”
Dari serangkaian diskusi pencarian makna tentang pacaran yang pernah saya lakukan jujur sahaja saya tak menemukan hal yang salah dari pacaran. Karena saya pun belum menemui syarat lain dua insan dikatakan berpacaran selain ikrar, “Maukah kamu menjadi pacarku?” selain dari itu saya pun tak jarang menemui istilah semacam “Pacaran Islami” yang kerap didengungkan pada para remaja Muslim yang dilanda Kasmaran.
Tapi melihat realitas tindakan mereka yang melakukan hal itu tak bisa terlepas dari tindakan yang melanggar batas-batas hubungan non-mahram, membuat saya geram. Apalagi jika menyebut ‘Aktivitas Zina Atas Nama Cinta’ yang mereka lakukan adalah berdasarkan Cinta Suci, Cinta Abadi, Cinta yang tulus. Masya Allah
Coba renungkan sendiri apakah hal-hal ini bisa di sebut Cinta Suci nan Hakiki????
(Jelas pelecehan terhadap wanita-wanita Muslimah yang menjaga aurat dan tamparan yang membekas untuk saya.)
Dan tak jarang dan tak asing lagi apabila kita dapati terdapat sebagian Muslimah yang rela (mungkin yang tega lebih tepat) melepas Jilbabnya apabila diperintahkan sang pacar…
Astaghfirullah,,, Kenapa Ya Ukhti sungguh perintah memakai Jilbab datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’Alaa dan kamu melepaskannya hanya karena perintah manusia yang tak mengenal Tuhannya?? Berbagai pandangan negative terhadap wanita berkerudung pun muncul akibat tindakan-tindakan semacam ini.
“Hemmm Sungguh aku ingin membelamu dari tuduhan keji itu, Tapi apalah dayaku kamu sendiri yang membiarkan dirimu di injak-injak. Maka akhirnya kupilih untuk tetap pada jalanku” :’(
Sungguh Cinta yang Suci nan Indah sangatlah jauh terlepas dari pelanggaran terhadap hukum-hukum Agama dan juga jauh dari Nafsu Syahwat Birahi.
Kata Ibnu Qoyyim, “Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya.”
Rasulullah bersabda,
” Telah tertulis atas anak adam nasibnya dari hal zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tak dapat tidak. Zinanya mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah ingin dan berangan-angan. Dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau didustakannya.”
” Telah tertulis atas anak adam nasibnya dari hal zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tak dapat tidak. Zinanya mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah ingin dan berangan-angan. Dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau didustakannya.”
Saat pandangan tak bisa lepas dari parasnya, saat genggaman tangannya tak bisa terlepas, saat Nafsu menginginkan kehadirannya bisakah itu disebut cinta sejati? Tak pernahkah terpikir apakah itu Zina?
Kita coba lihat secara objektif tahapan umum dalam ‘Aktivitas Zina Atas Nama Cinta’
1. Tertanamnya benih Cinta,,, Sangatlah indah rasanya baik dirasakan secara sepihak maupu oleh keduanya. Tumbuhla hasrat untuk terus merawat benih itu dengan cara mencoba untuk mengenal lebih jauh dengan meminta no handphone, mendekati teman-temannya, mencoba untuk mengikuti kegiatan yang si dia ikuti. Apabila dirasa sudah mantap dan keberanian sudah didapat.
2. Munculnya pohon Cinta,,, dalam suatu pernyataan baik itu “Aku mencintaimu” “Aku suka padamu” Apabila dalam proses penanamannya saja sudah dilandasi hal-hal yang melanggar batas Agama seperti melihatnya dengan tujuan menikmati parasnya sudah dilakukan. Maka tak diragukan apabila dalam pernyataan akan dijumpai janji-janji –sok- suci dan abadi.
3. Memetik buah cinta,, hasil dalam tahap kedua bisa saja berhasil gagalpun tak jarang kebanyakan intinya hanya mengeringkan dan mempersempit makna cinta. Akhirnya ajakan menikmati dunia berdua pun susah ditolak.
Ya kurang lebih begitulah yang saya ketahui jelas-jelas AZANC mendekatkan diri pada hal-hal semacam menikmati pandangan, berfantasi, bersentuhan tangan, memperlihatkan aurat dsb. Padahal dalam hal pandangan saja Islam sudah mengingatkan kita tentang hal ini…
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki: ‘Hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya ….’ Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan: ‘Hendaknya mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya …’.” (An-Nur: 30–31).
Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada si dia yang beraksi. Pandangan dapat dikatakan terpelihara apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha melihat mengulangi melihat lagi atau mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya.
Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi, ‘Palingkanlah pandanganmu itu!” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).
Rasulullah saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, “Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Yang terendah adalah zina hati dengan bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat dengannya, zina mata dengan merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus ke zina badan dengan, saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya hingga terjadilah persetubuhan. Na’udzubillah
Ath-Thabarani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman yang artinya, ‘Penglihatan (melihat wanita) itu sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan (meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya.”
Lalu bagaimana kalau pada akhirnya kita tak bisa menemui jodoh kita dan apabila kita sudah menikah kita malah menyesali pasangan kita??? Kenapa kau begitu takut??? Apakah tujuan akhir dari kehidupan adalah menikah???
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS An Nur:26)
Ayat di atas sudah menjadi jaminan bahwa kita sudah ‘ditentukan’ seperti apa jodoh kita nanti, Oh ya perlu disadari di sini bahwa banyak orang yang meyakini bahwa, “Jodoh tak akan kemana” membuat semacam paradigma bahwa tak perlulah kita berusaha ‘mencari-cari’ jodoh karena “Siapanya” sudah ditentukan oleh Allah, padahal menilik ayat di atas yang Allah tentukan adalah “Seperti Apa” jodoh kita. Yang benar adalah Allah sudah ‘menyediakan’ jodoh bagi kita “Siapanya” adalah tergantung jalan dan pilihan kita. Tak mungkin juga bukan apabila kita sama sekali tak ada usaha untuk memperjuangkan si dia yang kita cintai tiba-tiba menyatakan cinta lalu nikah??? Buktinya seorang Salman Al-Farisi pun pernah ditolak cintanya hingga bertemu dengan ‘cinta sejati’nya.
Lalu bukankah cara mengetahui sifat calon pasangan adalah bisa tanya secara langsung dengan memakai pendamping (penengah) yang mahram. Atau, bisa melalui perantara, baik itu dari keluarga atau saudara kita sendiri ataupun dari orang lain yang dapat dipercaya. Hal ini berlaku bagi kedua belah pihak. Kemudian, bagi seorang laki-laki yang menyukai wanita yang hendak dinikahinya, sebelum dilangsungkan pernikahan, maka baginya diizinkan untuk melihat calon pasangannya untuk memantapkan hatinya dan agar tidak kecewa di kemudian hari.
“Apabila seseorang hendak meminang seorang wanita kemudian ia dapat melihat sebagian yang dikiranya dapat menarik untuk menikahinya, maka kerjakanlah.” (HR Abu Daud).
Saya sebetulnya juga kurang percaya apabila mereka yang melakukan ‘Aktivitas Zina Atas Nama Cinta’ adalah karena takut tak bisa bertemu jodohnya… Kebanyakan karena tak bisa menahan gejolak yang mendebar di dada…
Lalu bagaimana dengan pacaran sendiri??
Untuk hal ini saya berpendapat silahkan saja berpacaran asalkan jangan sampai menjauhkanmu dari hal seperti Ghodul Bashor dan jangan sampai menjauhkan dari tanggung jawab dalam hal ke-organisasian maupun mengerjakan tugas sekolah. Yang saya ‘perangi’ adalah Pacaran dengan makna ‘Aktivitas Zina Atas Nama Cinta’.
Dimabuk Cinta -Armada-
Jadi “Inikah Cinta Sejati?”.
“….
Tapi aku teringat pada jalanku,
Teringat pada Seseorang yang mencintaiku,
Teringat pada Cinta-ku,
Aku pun mulai ragu apa rasa ini muncul dari Illahi atau Birahi?”
Komentar
Posting Komentar