Inilah Cinta
“ Tapi kudapati api tak bisa membakar hasratku,
Air tak bisa menghanyutkan perasaanku,
Angin tak bisa menerbangkan lembaran Syair Cintaku,
Bumipun juga tak kuasa mengubur harapanku
……..”
Bismillah
Deifnisi Cinta
Lalu seperti apakah cinta yang sejati?? Untuk itu saya mencoba membuka kamus besar Bahasa Indonesia dan d isitu tertulis kurang lebih sangat suka dan sangat sayang. Sungguh sangat sempit sekali tak seperti yang digembor-gemborkan keindahannya oleh para penyair, para muda-mudi. Begitupun apabila saya bertanya pada beberapa teman mayoritas mengartikanya sebagai rasa terhadap lawan jenis yang akhirnya lagi-lagi berujung pada pacaran.
Saya cenderung mengambil pendapat Ibnu Qayyim yaitu, “Jangan mendefinisikan cinta dengan kata-kata. Mencoba mendefinisikannya justeru mengeringkan dan mempersempit maknanya.” Iya saya pikir benar bukankah seribu lembar kertas tak bisa memuat kata-kata gambaran Indahnya Jatuh Cinta??
Lho tapi kalau begitu bisa saja dong Free Sex dinamakan pembuktian Cinta bukannya itu ‘Aktivitas Zina Atas Nama Cinta’? Ketahuilah tadi hanya berkisar pada maknanya sahaja yang sudah kita ketahui bersama lumayan susah untuk didefinisikan. Belum terkandung seperti apa itu cinta dan bagaimana cinta sejati yang abadi.
Cinta Itu Seperti….
Mungkin bagi saya hanya satu kata yang cukup untuk mewakili seperti apa itu cinta yaitu, “Indah” atau bisa juga “Subhanallah”. Ya artian seperti inilah yang kurang lebih dirasakan mereka yang sedang di mabuk cinta. Ya sememangnya begitu Cinta dalam Al-Qur’an juga di gambarkan sebagai sesuatu yang indah.
Cinta sejati itu tidak buta tapi menunjukkan, Tidak melemahkan melainkan menguatkan. Lantas apabila kita lihat banyak yang cintanya bertepuk sebelah tangan lalu menyalahkan hal se-Indah Cinta, Astaghfirullah kenapa tak menyalahkan diri sendiri yang mengeringkan dan mempersempit makna Cinta???? Sungguh mereka telah mendustai Cinta Sejati bukankah ketika kau dimabuk cinta kau meyakini……
“Cinta adalah sumber yang tidak pernah kering, selalu bertambah bening.” :’)
_Habiburahman El-Shirazy_
Kita pun senantiasa mengumbar bahwa kita mencintainya karena cantiknya, pintarnya, dsb sering pula kita menjumpai Janji (sok) suci yang akan mencintai pasanganya hingga mati, tapi tahukah engkau Cinta abadi takkan pernah mati. Justeru di hari nanti akan terus berlanjut dan kita akan menuai seperti apa sebetulnya Cinta kita nanti.
“Apabila sekarang ini kau tak mau menerima Cinta yang Suci,
Akibat kecintaanmu pada dunia Fana ini,
Maka ada satu hal yang kuyakini,
Bahwa di Hari Nanti akan terbukti,
Eksistensi seorang pecinta sejati.”
Tapi taukah kawan ada satu alasan agar Cinta kita tetap abadi yaitu dengan, “Ana Uhibbuka Fillah.”
Kenapa saya bilang abadi? Karena kita mencintai sesuatu maupun seseorang karena Dzat Yang Abadi, “Aku Mencintaimu Karena Allah.”
Cinta yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan. Berbeda dengan cinta yang dijalin karena Allah, tidak ada maksud dan tujuan kecuali Allah dan tidak mengharapan balasan kecuali dari Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat.
Ya hanya Dia yang abadi. Dalam teks Hadist banyak tersebut keutamaan Mencintai Karena Allah, Diantaranya
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku.” (HR. Muslim)
Dari Mu’adz bin Jabal ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, dengan sabdanya, ‘Orang-orang yang saling cinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.’”
Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung
karena-Ku.’ Orang-orang yang saling cinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang saling cinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)
Anas bin Malik ra. Rasul SAW. Bersabda:
Sesungguhnya bagi Allah SWT. Ada hamba yang dihari kiamat dipersiapkan mimbar untuk mereka, mimbar-mimbar tersebut diduduki oleh mereka/suatu kaum yang berpakaian dari nur/cahaya, dan wajah merekapun bercahaya, mereka bukan para Nabi ataupun orang-orang yang mati syahid, malahan para nabi dan para syuhadapun sangat mendambakannya/iri pada mereka. Lalu para sahabat bertanya: siapakah mereka itu ya Rasul? Jawab beliau SAW. : merekalah orang-orang yang saling mencintai dan menyayangi semata karena Allah, saling berziarah semata karena Allah, dan saling duduk/bergaul juga semata karena Allah SWT (HR. Thabrani dalam Al-Ausath)
Dari Abu Hurairah ra, Rasul SAW. Bersabda:
Sungguh kelak di hari kiamat Allah berseru: Mana saja orang-orang yang saling menjalin cinta/berkasih sayang semata karena Aku? Maka demi kemenangan dan keluhuranKu, pada hari ini Aku memberi naunganKu, di hari tiada naungan kecuali naunganku. (HR. Thabrani)
Dari Barirah ra, Nabi SAW. Bersabda:
Sesungguhnya di sorga terdapat kamar-kamar yang terlihat kulit luarnya dari dalam dan sebaliknya, Allah sediakan bagi orang-orang yang saling berkasih sayang dan yang suka saling berkasih sayang dan yang suka saling berziarah serta saling membantu karena Allah.
“Katakanlah, “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhanku seluruh alam.” QS Al-An’am 162
Dari teks-teks di atas kita bisa menyetujui bahwasanya mencintai sesuatu karena Allah merupakan hal yang jauh lebih Indah dari sekedar, “Aku Mencintaimu Ukhti/Akhi”. Karena secara otomatis maka ini akan dihitung sebagai salah satu amal ibadah.
Nabi SAW. Bersabda:
Amal yang paling utama ialah cinta karena Allah dan benci juga karena Allah. (hadits riwayat Abu Hurairah).
Maka jika ada seseorang yang mengucapkan Ana uhibbuka fillah (aku mencintaimu karena Allah), maka dalam arti yang sebenar-benarnya ialah cintanya itu ialah semata-mata karena Allah, yang dimaksud kalimat cinta disini bukanlah sebagaimana kalimat cinta antara hubungan asmara pemuda-pemudi, akan tetapi lebih cenderung kepada hubungan cinta kasih yang ikhlas antara sesama muslim dalam arti persaudaraan serta tidak ada nafsu dan syahwat yang melekat, karena bukan nafsu dan syahwat lah ia cinta melainkan karena hanya Allah. Karena dengan ia melihat/teringat seseorang tersebut, maka dia `melihat’ pandangan bathinnya tertuju semata-mata karena Allah dan mendatangkan kecintaan.
Sebenarnya Kata uhibbuka fillah dapat tergambar dari hadits berikut:
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , diceritakan, “Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini’, jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia.”
Lalu bagaimana dengan Cinta pada pasangan lawan jenis? Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi Cinta menjadi empat bagian.
Pertama, mencintai Allah. Dengan mencintai Allah seseorang belum tentu selamat dari azab Allah, atau mendapatkan pahala-Nya, karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan lain-lain juga mencintai Allah.
Kedua, mencintai apa-apa yang dicintai Allah. Cinta inilah yang dapat menggolongkan orang yang telah masuk Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Manusia yang paling Cintai adalah yang paling kuat dengan cinta ini.
Ketiga, Cinta untuk Allah dan kepada Allah. Cinta ini termasuk perkembangan dari mencintai apa-apa yang dicintai Allah.
Keempat, Cinta bersama Allah. Cinta jenis ini syirik. Setiap orang mencintai sesuatu bersama Allah dan bukan untuk Allah, maka sesungguhnya dia telah menjadikan sesuatu selain Allah. Inilah cinta orang-orang musyrik.
Pokok ibadah, menurut Ibnu Qayyim, adalah Cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya Cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua Cinta itu hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.
Jadi Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah), hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Kekasihmu melebihi Cintamu kepada-Nya.
“……….
Akupun mulai mencari makna akan Cinta Sejati,
Cinta yang tak akan pergi saat ku mati,
Cinta yang akan terbukti di akhirat nanti,
Dan aku memutuskan belajar mencintai dengan cara ini.”
“Bismillah, Ana Uhibukkki Fillah.”
Air tak bisa menghanyutkan perasaanku,
Angin tak bisa menerbangkan lembaran Syair Cintaku,
Bumipun juga tak kuasa mengubur harapanku
……..”
Bismillah
Deifnisi Cinta
Lalu seperti apakah cinta yang sejati?? Untuk itu saya mencoba membuka kamus besar Bahasa Indonesia dan d isitu tertulis kurang lebih sangat suka dan sangat sayang. Sungguh sangat sempit sekali tak seperti yang digembor-gemborkan keindahannya oleh para penyair, para muda-mudi. Begitupun apabila saya bertanya pada beberapa teman mayoritas mengartikanya sebagai rasa terhadap lawan jenis yang akhirnya lagi-lagi berujung pada pacaran.
Saya cenderung mengambil pendapat Ibnu Qayyim yaitu, “Jangan mendefinisikan cinta dengan kata-kata. Mencoba mendefinisikannya justeru mengeringkan dan mempersempit maknanya.” Iya saya pikir benar bukankah seribu lembar kertas tak bisa memuat kata-kata gambaran Indahnya Jatuh Cinta??
Lho tapi kalau begitu bisa saja dong Free Sex dinamakan pembuktian Cinta bukannya itu ‘Aktivitas Zina Atas Nama Cinta’? Ketahuilah tadi hanya berkisar pada maknanya sahaja yang sudah kita ketahui bersama lumayan susah untuk didefinisikan. Belum terkandung seperti apa itu cinta dan bagaimana cinta sejati yang abadi.
Cinta Itu Seperti….
Mungkin bagi saya hanya satu kata yang cukup untuk mewakili seperti apa itu cinta yaitu, “Indah” atau bisa juga “Subhanallah”. Ya artian seperti inilah yang kurang lebih dirasakan mereka yang sedang di mabuk cinta. Ya sememangnya begitu Cinta dalam Al-Qur’an juga di gambarkan sebagai sesuatu yang indah.
Cinta sejati itu tidak buta tapi menunjukkan, Tidak melemahkan melainkan menguatkan. Lantas apabila kita lihat banyak yang cintanya bertepuk sebelah tangan lalu menyalahkan hal se-Indah Cinta, Astaghfirullah kenapa tak menyalahkan diri sendiri yang mengeringkan dan mempersempit makna Cinta???? Sungguh mereka telah mendustai Cinta Sejati bukankah ketika kau dimabuk cinta kau meyakini……
“Cinta adalah sumber yang tidak pernah kering, selalu bertambah bening.” :’)
_Habiburahman El-Shirazy_
Kita pun senantiasa mengumbar bahwa kita mencintainya karena cantiknya, pintarnya, dsb sering pula kita menjumpai Janji (sok) suci yang akan mencintai pasanganya hingga mati, tapi tahukah engkau Cinta abadi takkan pernah mati. Justeru di hari nanti akan terus berlanjut dan kita akan menuai seperti apa sebetulnya Cinta kita nanti.
“Apabila sekarang ini kau tak mau menerima Cinta yang Suci,
Akibat kecintaanmu pada dunia Fana ini,
Maka ada satu hal yang kuyakini,
Bahwa di Hari Nanti akan terbukti,
Eksistensi seorang pecinta sejati.”
Tapi taukah kawan ada satu alasan agar Cinta kita tetap abadi yaitu dengan, “Ana Uhibbuka Fillah.”
Kenapa saya bilang abadi? Karena kita mencintai sesuatu maupun seseorang karena Dzat Yang Abadi, “Aku Mencintaimu Karena Allah.”
Cinta yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan. Berbeda dengan cinta yang dijalin karena Allah, tidak ada maksud dan tujuan kecuali Allah dan tidak mengharapan balasan kecuali dari Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat.
Ya hanya Dia yang abadi. Dalam teks Hadist banyak tersebut keutamaan Mencintai Karena Allah, Diantaranya
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku.” (HR. Muslim)
Dari Mu’adz bin Jabal ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, dengan sabdanya, ‘Orang-orang yang saling cinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.’”
Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung
karena-Ku.’ Orang-orang yang saling cinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang saling cinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)
Anas bin Malik ra. Rasul SAW. Bersabda:
Sesungguhnya bagi Allah SWT. Ada hamba yang dihari kiamat dipersiapkan mimbar untuk mereka, mimbar-mimbar tersebut diduduki oleh mereka/suatu kaum yang berpakaian dari nur/cahaya, dan wajah merekapun bercahaya, mereka bukan para Nabi ataupun orang-orang yang mati syahid, malahan para nabi dan para syuhadapun sangat mendambakannya/iri pada mereka. Lalu para sahabat bertanya: siapakah mereka itu ya Rasul? Jawab beliau SAW. : merekalah orang-orang yang saling mencintai dan menyayangi semata karena Allah, saling berziarah semata karena Allah, dan saling duduk/bergaul juga semata karena Allah SWT (HR. Thabrani dalam Al-Ausath)
Dari Abu Hurairah ra, Rasul SAW. Bersabda:
Sungguh kelak di hari kiamat Allah berseru: Mana saja orang-orang yang saling menjalin cinta/berkasih sayang semata karena Aku? Maka demi kemenangan dan keluhuranKu, pada hari ini Aku memberi naunganKu, di hari tiada naungan kecuali naunganku. (HR. Thabrani)
Dari Barirah ra, Nabi SAW. Bersabda:
Sesungguhnya di sorga terdapat kamar-kamar yang terlihat kulit luarnya dari dalam dan sebaliknya, Allah sediakan bagi orang-orang yang saling berkasih sayang dan yang suka saling berkasih sayang dan yang suka saling berziarah serta saling membantu karena Allah.
“Katakanlah, “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhanku seluruh alam.” QS Al-An’am 162
Dari teks-teks di atas kita bisa menyetujui bahwasanya mencintai sesuatu karena Allah merupakan hal yang jauh lebih Indah dari sekedar, “Aku Mencintaimu Ukhti/Akhi”. Karena secara otomatis maka ini akan dihitung sebagai salah satu amal ibadah.
Nabi SAW. Bersabda:
Amal yang paling utama ialah cinta karena Allah dan benci juga karena Allah. (hadits riwayat Abu Hurairah).
Maka jika ada seseorang yang mengucapkan Ana uhibbuka fillah (aku mencintaimu karena Allah), maka dalam arti yang sebenar-benarnya ialah cintanya itu ialah semata-mata karena Allah, yang dimaksud kalimat cinta disini bukanlah sebagaimana kalimat cinta antara hubungan asmara pemuda-pemudi, akan tetapi lebih cenderung kepada hubungan cinta kasih yang ikhlas antara sesama muslim dalam arti persaudaraan serta tidak ada nafsu dan syahwat yang melekat, karena bukan nafsu dan syahwat lah ia cinta melainkan karena hanya Allah. Karena dengan ia melihat/teringat seseorang tersebut, maka dia `melihat’ pandangan bathinnya tertuju semata-mata karena Allah dan mendatangkan kecintaan.
Sebenarnya Kata uhibbuka fillah dapat tergambar dari hadits berikut:
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , diceritakan, “Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini’, jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia.”
Lalu bagaimana dengan Cinta pada pasangan lawan jenis? Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi Cinta menjadi empat bagian.
Pertama, mencintai Allah. Dengan mencintai Allah seseorang belum tentu selamat dari azab Allah, atau mendapatkan pahala-Nya, karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan lain-lain juga mencintai Allah.
Kedua, mencintai apa-apa yang dicintai Allah. Cinta inilah yang dapat menggolongkan orang yang telah masuk Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Manusia yang paling Cintai adalah yang paling kuat dengan cinta ini.
Ketiga, Cinta untuk Allah dan kepada Allah. Cinta ini termasuk perkembangan dari mencintai apa-apa yang dicintai Allah.
Keempat, Cinta bersama Allah. Cinta jenis ini syirik. Setiap orang mencintai sesuatu bersama Allah dan bukan untuk Allah, maka sesungguhnya dia telah menjadikan sesuatu selain Allah. Inilah cinta orang-orang musyrik.
Pokok ibadah, menurut Ibnu Qayyim, adalah Cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya Cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua Cinta itu hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.
Jadi Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah), hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Kekasihmu melebihi Cintamu kepada-Nya.
“……….
Akupun mulai mencari makna akan Cinta Sejati,
Cinta yang tak akan pergi saat ku mati,
Cinta yang akan terbukti di akhirat nanti,
Dan aku memutuskan belajar mencintai dengan cara ini.”
“Bismillah, Ana Uhibukkki Fillah.”
Komentar
Posting Komentar