Generasi Salah Arah?

Banyak peristiwa yang mendera masyarakat kita sepekan terakhir. Di antaranya ialah kekacauan para siswa SLTA dalam menanggapi pengumuman hasil ujian nasional (UN) tanggal 26 April yang lalu. Bagi siswa siswi yang lulus, banyak di antara mereka yang menyambutnya dengan hura-hura seperti konvoi di jalan raya sambil membawa kendaraan dengan ugal-ugalan sehingga membahayakan lalu lintas di berbagai jalan raya. Banyak pula yang berteriak-teriak sambil tertawa, berjingkrak-jingkrak dan mencorat-coret baju seragam mereka. Selain itu, banyak pula yang meluapkan kegembiraannya melalui pesta miras dan bermesraan dengan sesama teman sekolah lawan jenis.


Hanya sedikit sekali yang melakukan sujud syukur pada Allah atas nikmat kelulusan yang Allah anugerahkan kepada mereka.Bagi yang tidak lulus UN, mereka menanggapinya dengan berbagai tingkah yang tidak baik dan sama sekali tidak mencerminkan kematangan kepribadian sebagai hasil didikan keimanan selama bertahun-tahun sekolah. Banyak sekali yang berteriak-teriak histeris seakan nasib dan masa depan mereka hancur dan musnah. Ada pula yang merusak sekolah dan bertingkah tidak terpuji lainnya. Yang memprihatinkan lagi ialah ada yang bunuh diri seperti yang terjadi di Jambi.Kegaduhan UN ini telah terjadi beberapa tahun belakangan, khususnya sejak pemerintah menetapkan sistem nilai kelulusan ujian akhir secara nasional, tanpa melihat apakah sekolah tersebut sudah memiliki tenaga-tenaga pendidik yang handal dan fasilitas yang memadai atau tidak. Semua sekolah harus mengikuti standar nilai yang ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional (Diknas). Akibatnya, tahun ini misalnya, bukan hanya banyak yang tidak lulus, bahkan lebih 260 sekolah yang satupun muridnya tidak ada yang lulus. Tak heran, jika sebagian pakar pendidikan dan masyarakat menilai bahwa UN adalah bentuk teror nasional yang dilancarkan pemerintah terhadap para siswa.Sesungguhnya inti persoalannya bukan pada standar yang ditetapkan Diknas. Menurut beberapa pakar pendidikan, bahwa standar tersebut sebenarnya biasa-biasa saja; bukan hal yang mustahil dicapai oleh para siswa.






Yang aneh dan perlu mendapat perhatian ialah tentang cara pandang siswa terhadap ijazah dan terhadap dunia pendidikan itu sendiri. Dari berbagai sikap yang muncul dalam menghadapi UN, baik yang lulus maupun yang tidak lulus, tercermin dengan jelas bahwa siswa atau anak didik kita saat ini sudah kehilangan orientasi hidup yang sebenarnya. Di mata mereka, ijazah itu seakan segala-galanya. Karena ijazah identik dengan pekerjaan atau perguruan tinggi. Sebab itu, sikap yang mereka munculkan baik mereka yang lulus maupun yang tidak lulus sangat memprihatinkan. Faktanya, ratusan ribu pengangguran adalah orang-orang yang terdidik, bahkan lulusan dari berbagai perguruan tinggi ternama.


Timbul pertanyaan mendasar: Siapa yang salah dan berkontribusi terhadap hilangnya orientasi hidup anak-anak didik kita saat ini? Bukankah mereka itu generasi masa depan yang akan menentukan baik dan buruknya negeri ini? Perlu kita sadari bahwa sesuai sunnatullah (ketetapan Allah), bahwa kita akan menuai apa yang kita tanam. Artinya, kondisi mental dan prilaku sebagian besar anak didik kita yang memprihatinkan itu adalah hasil apa yang kita tanamkan ke dalam diri mereka selama bertahun-tahun dan bahkan sejak mereka lahir. Kita telah gagal menanamkan iman dan taqwa ke dalam diri mereka, dan juga ilmu pengetahuan, baik dalam rumah tangga, institusi pendidikan dan juga dalam masyarakat. Pemerintah telah gagal menjadikan pendidikan sebagai lembaga character building (pembentukan karakter) iman dan taqwa. Akan tetap yang dibentuk adalah karakter sekulerisme dan materialisme yang amat membahayakan kehidupan generasi kita di dunia dan apalagi di akhirat kelak.





Sebab itu, tidaklah mengherankan bahwa generasi kita sekarang sedang kehilangan orientasi hidup yang benar yang sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah Ta’ala sebagai Tuhan Pencipta mereka, Pencipta kita dan Pencipta Alam semsta.Kosep pendidikan yang ada sekarang harus direformasi dan bahkan kalau perlu direvolusi. Lebih dari 60 tahun merdeka, pemerintah hanya melahirkan generasi sekuler dan materialis. Kondisi seperti ini akan mengancam kehidupan umat Islam di negeri ini. Berbagai kejahatan yang sudah mengakar saat ini, seperti korupsi, prilaku hedonis, gaya hidup konsumtif dan sebagainya adalah hasil apa yang ditanamkan dalam pendidikan masa lalu.


Kalau kita serius untuk merubah dan mereformasi kondisi semrawut seperti sekarang ini, kita harus memulainya dari dunia pendidikan. Kalau kita gagal mewujudkan pendidikan sebagai wadah dan institusi pembentukan karakter iman dan taqwa kepada anak didik kita sekarang, maka masa depan negeri ini akan tetap sepeti apa yang kita saksikan hari ini, dan tidak mustahil lebih parah lagi.Banyak hal yang perlu kita benahi dari dunia pendidikan sekarang, di antaranya adalah konsep pendidikan yang diterapkan. Kita harus mampu merancang sebuah konsep pendidikan yang efektif dan mampu menanamkan karakter iman dan taqwa kepada anak didik sehingga mereka memiliki orientasi hidup yang benar yang sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menciptakan mereka. Kalau orientasi itu sudah melenceng dan menyimpang, maka generasi kita akan menjadi generasi yang tidak kenal Tuhan Penciptanya dan tidak pula mengenal diri mereka sendiri. Dari sinilah awal malapetaka dan berbagai penyimpangan manusia itu muncul. Manusia yang tidak mengenal Allah dan tidak pengenal dirinya, mereka akan hidup liar di dunia ini dan merusak kehidupan ini yang pada akhirnya akan merugikan dan mencelakakan orang lain, termasuk dirinya sendiri. Sebaliknya, manusai yang mengenal Allah dan dirinya dengan baik, insyaa Allah mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang sholeh yang bukan hanya mampu memberikan kesholehan (kebaikan) kepada dirinya, melainkan juga kepada orang lain. Pribadi-pribadi yang sholeh itu tidak lahir dari konsep pendidikan yang sekuler dan berorientasi duniawi atau materialistik. Akan tetapi, merka akaen lahir dari konsep pendidikan Islam yang mengajarkan dan menanamkan orientasi hidup manusia yang sebenarnya.





Terkait dengan orientasi hidup manusia, Allah menjelaskan dalam firman-Nya :وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku (56). Aku tidak menginginkan rezki dari mereka dan tidak pula Aku menginginkan makanan dari mereka (57). Sesungguhnya Allah, Dialah Pemberi rezki, yang memiliki kekuatan yang kuat (58)Dari tiga ayat tersebut di atas kita dapat menyimpulkan hal-hal berikut :1. Manusia diciptakan Allah bukan untuk bermain-main dan hanya mengejar kepentingan duniawi. Akan tetapi, mereka diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya dengan mentaati semua sistem hidup yang diciptakan-Nya untuk manusia agar mereka selamat di duni dan akhirat.2. Persoalann rezki dan kebutuhan hidup di dunia sudah Allah siapkan sedemikian rupa untuk manusia. Oleh sebab itu, manusia tidak perlu khawatir akan tidak kebagian rezki selama mereka berusaha dan berdoa serta pemerintahnya tidak zalim dan menerapkan sistem zalim yang hanya menguntungkan dan memperkaya segelintir kaum kapitalis saja.3. Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Dia telah menciptakan kita dengan sistem yang sangat canggih dan telah menyiapkan bagi kita semua kebutuhan kita selama hidup di dunia ini. Bahkan sebelum kita dilahirkan-Nya ke dunia; saat kita berada dalam rahim ibu kita dan tidak bisa berbuat apa-apa, maka karunia-Nya selalu menyirami kehidupan kita. Kalau kita menjadikan Allah sebagai tujuan dan orientasi hidup, maka Allah akan memudahkan dan memberkahi hidup di dunia dan menyelamatkan kehidupan akhirat kita. Ini adalah janjinya pada setiap hamba yang hidupnya hanya untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Persoalan dunia ini amatlah sederhana bagi-Nya. Demikian pula halnya bagi orang yang hidupnya untuk ibadah kepada Allah, persoalan kehidupan dunia bukanlah menjadi tujuan utamanya dan yang menjadi tujuan hidupnya tetaplah kehidupan akhirat yang abadi. Inilah generasi yang bermutu dan berkualitas tinggi di mata Allah dan Rasul-Nya, bukan generasi yang orientasi hidupnya hanya kepentingan hidup di dunia yang fana dan sementaraGenerasi yang berkualitas itu hanya akan lahir dari sistem dan konsep pendidikan Islam, bukan dari konsep pendidikan sekuler, materialis dan kapitalis.


Generasi yang bermutu ialah generasi muda yang beriman kepada Allah dan selalu menjadikan petunjuk Allah (Al-Qur’an) sebagai rambu-rambu kehidupan. Generasi muda yang memiliki hati yang bersih dan kasih sayang terhadap orang tua, keluarga dan masyarakatnya. Generasi yang berpendirian teguh dan tidak terpengaruh oleh lingkungan dan pergaulan yang tidak sehat, dan bahkan mereka yang mempengaruhinya ke arah kebaikan. Generasi yang berani menegakkan kebenaran dan menolak kebatilan, apapun resiko yang harus mereka alami. Generasi yang berani mengatakan bahwa Tuhan yang kami sembah dan taati adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi ini. Generasi yang tidak akan pernah tunduk kepada tuhan selain hanya Allah karena mereka mengetahui dan menyadari bahwa ubudiyah (ibadah dan taat) kepada tuhan selain Tuhan Allah adalah kehancuran dan kebinasaan di dunia dan akhirat.


Demikianlah khutbah ini, semoga Allah membantu dan menolong kita dalam membentuk generasi yang memiliki pijakan hidup yang kuat dan memiliki orientasi hidup yang benar, yakni Allah menjadi tujuan mereka. Rasul Saw adalah teladan mereka. Al-Qur’an adalah dustur (sistem hidup) mereka. Berjuang di jalan Allah adalah jalan mereka dan mati di jalan Allah adalah cita-cita mereka yang paling tinggi dan utama.


Sumber: MAJELIS TAUSIAH PARA KYAI & USTADZ INDONESIA di Facebook

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Hutan Yang Menua

Pertimbangan dalam Memilih Pasangan