Mengenai Kampanye Anti Pacaran


Armin kerasukan Berthold jadi naksir Annie


Disclaimer : Di tulisan ini saya tidak mengajak pembaca menyetujui pandangan saya apalagi sampai mengatakan bahwa pandangan ini mewakilkan ajaran agama yang benar.

    Sebelum membaca lebih jauh saya kira perlu untuk memberi garis batasan terhadap "pacaran" yang saya maksud. Saya mengartikan pacaran di sini sebagai terjalinnya dua individu dalam suatu hubungan khusus yang berada satu tingkat di atas pertemanan dan satu tingkat di bawah pernikahan. Pacaran di sini juga bukan harus sudah berada dalam fase "akan menikah".

    Jika kita mengetikkan kata kunci, "Pacaran dalam Islam." Mayoritas pendapat yang akan kita dapati adalah Pacaran mutlak Haram. Setiap akun-akun dakwah di berbagai macam platform media sosial juga tidak jarang memposting poster yang mengasosiasikan pacaran dengan zina, sehingga otomatis menjadi haram. Adapun pendapat yang membolehkan pacaran, sejauh yang pernah saya baca tidak bisa diartikan bahwa kita harus berpacaran.

    Saya sendiri pernah berpandangan demikian, bahkan sampai menghakimi mereka yang mengikuti organisasi keislaman tapi malah pacaran. Beberapa tulisan-tulisan terdahulu di blog ini yang menyinggung cinta-cinta an juga secara halus kontra dengan konsep pacaran (dalam konteks tertentu pandangan ini masih saya pegang).

    Pernah juga saya hadir di acara dengan tema anti Pacaran. Beberapa peserta yang sedang menjalin hubungan diminta maju ke depan, lalu sang pengisi acara meminta mereka untuk menelepon pasangannya untuk mengatakan "Halalkan atau Putuskan". Bisa jadi acara tersebut merupakan bagian dari narasi yang diusung komunitas bernama, "Indonesia Tanpa Pacaran". 

    Sebagai solusi, kita pun diperkenalkan dengan konsep pra-nikah bernama ta'aruf. Secara singkat ta'aruf adalah proses berkenalan dengan calon suami/istri, bukan sekedar menjalin suatu hubungan. Saat menjalani proses ini kita tidak diperbolehkan berduaan. Pernah saya membantu kenalan saya untuk mempersiapkan akad, dalam pembahasan persiapan akad yang hanya kurang beberapa minggu pun kedua calon mempelai masih membatasi diri dengan hijab dalam arti harfiahnya. 
    Proses ta'aruf idealnya hanya berlangsung beberapa bulan. Tidak seperti pacaran yang bisa saja memakan waktu hingga satu dekade penuh.

Sebagai orang yang hingga selesai bangku kuliah tidak pernah menjalin suatu hubungan khusus dengan lawan jenis, tentu saja pandangan ini sama sekali tidak memberatkan bagi saya.

Side note : Tulisan-tulisan terdahulu tentang pandangan saya mengenai "cinta" pada saat itu, terbagi dalam 3 artikel yang bisa dicari di blog ini.

Inikah Cinta?;
Inilah Cinta; dan
Ekspresikan Cinta

    Kesimpulan dari rangkaian artikel itu menyatakan energi yang kita rasakan saat merasakan jatuh cinta bisa disalurkan melalui kegiatan positif apabila belum siap menikah dan puasa sebagai solusi bagi yang belum siap.

    Pandangan saya sekarang masih sama dengan artikel tersebut. Namun, ada beberapa dari cara pandang saya yang berubah, khususnya terhadap kampanye anti pacaran.

Salah satu contoh kampanye yang kurang baik adalah pada rangkaian thread ini. Sekaligus saya beri tanggapan pada setiap poin argumennya.



1. Tidak ada pacar Shalih atau Shalihah.

    Pada poin ini saya setuju, rasanya aneh mengatakan pacarku adalah orang shalih. Sedangkan dia justru berpacaran. 
    Yang jadi pertanyaan saya adalah siapa yang pantas dijuluki orang shalih atau shalihah? Kalau penulis tersebut meyakini bahwa pacaran adalah perbuatan haram dan mendapat dosa, sehingga orang yang berpacaran tidak layak disebut shalih. Maka seharusnya orang yang melakukan dosa lainnya juga tidak layak disebut shalih. 
    Lalu siapakah yang tidak pernah dan tidak sedang melakukan dosa? Atau hanya dosa pacaran saja yang menjadikan seseorang tidak layak disebut shalih sedangkan pelaku dosa lainnya masih layak disebut shalih?




2. Al Isra 32

"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."

Kalau saya baca Al Isra : 32 melarang kita untuk menjauhi Zina secara umum, bukan pacaran secara khusus. Apakah boleh kita mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan untuk pacaran? 





3. Ibadah yang sia-sia jika masih pacaran.

    Sepanjang saya membaca kampanye anti pacaran, salah satu argumen yang membuat saya geleng-geleng kepala adalah argumen ini. Penulis tersebut mengatakan sholat menjadi sia-sia dan percuma saja menjadi santri apabila masih pacaran. 
    Pertama apakah yang dimaksud sia-sia itu berarti sholatnya tidak berguna atau tidak sah begitu? Bukankah seharusnya sholat bisa menjadi sarana kita untuk menjauhi dosa?  
Di sini penulis tersebut nampaknya memang dari hati sekali membenci pacaran sehingga nilai-nilai baik seperti mengaji, rajin sholat dan menjadi santri sama sekali tidak memiliki nilai akibat pacaran.
Bukankah argumen ini sepintas terdengar sama dengan mereka yang mengatakan 

"Percuma pakai hijab kalau akhlaknya ga benar." 

 

4. Pacaran tidak ngapa-ngapain

    Walaupun tidak memiliki data, saya masih berbaik sangka kebanyakan orang yang berpacaran memang sebenarnya tidak "ngapa-ngapain" dalam artian hingga melakukan aktivitas s*ks di luar nikah ataupun hal-hal intim yang menjurus ke arah situ. 
    Justru penulis tersebut malah berpendapat kalau pacaran itu seharusnya ngapa-ngapain, entah apa yang dimaksud "ngapa-ngapain" ini dengan mengatakan.

"gak ngapa-ngapain lah terus ngapain pacaran."

    Sekedar pergi untuk makan bersama, ke bioskop, berbalas pesan hingga malam adalah hal yang masih belum bisa dikatakan "ngapa-ngapain" toh kita juga melakukan ini dengan teman-teman kita. 
Tidak berarti saya mengatakan hal ini tidak berdosa jika dilakukan dengan non-mahram. 


5. Pukul rata semua zina

    Di sini penulis tersebut mengatakan bahwa zina itu bukan hanya bersentuhan dengan yang bukan mahram. Lantas apakah berjabat tangan dengan lawan jenis bisa disebut zina?
      Penulis tersebut juga mengatakan melihat, memandang, merayu itu juga termasuk zina. Sialnya hal-hal ini tidak hanya dilakukan oleh orang yang berpacaran. Bukankah seorang jomblo pun tidak terhindarkan dari perbuatan ini?

       Kalau saya memahami zina itu sendiri ada spektrumnya. Karena seingat saya tingkat hukumannnya pun berbeda. Hukuman bagi pezina yang sudah menikah adalah rajam, sementara hukuman bagi pezina yang belum menikah adalah cambuk. Jika semua jenis zina dipukul rata, saya belum pernah mendengar seseorang yang belum menikah dihukum rajam ataupun cambuk karena bergandengan tangan. 
    Tidakkah hal ini menunjukkan bahwa, iya semua jenis zina adalah buruk tapi itu semua ada tingkatannya. Sebagaimana mencuri mangga tetangga adalah buruk, tapi tentu tidak bisa disamakan dengan tindakan korupsi hingga milyaran.

    Yang saya ingin katakan adalah, sebenarnya pacaran adalah hal yang tidak terlalu sulit untuk dihindari. Trust me i never had any relationship for God knows how many years. Siapapun bisa saja menjalani hidup normal tanpa pacaran sampai menikah nantinya. Zina itu sendiri jauh lebih sulit untuk dihindari karena ia bisa dilakukan oleh (1) orang yang hidup sendiri dengan mengakses pornografi, (2) mereka yang sedang pacaran dengan "ngapa-ngapain", (3) bahkan mereka yang sudah menikah pun bisa melakukan zina dengan melakukan perselingkuhan. 
    Bahkan menghindari pacaran jauh lebih mudah dari menghindari iri hati dan sikap sombong merasa lebih baik dari yang lain. 

    Oleh karena itu, kampanye-kampanye anti pacaran yang dilakukan, seharusnya bisa dilakukan dengan cara yang lebih baik. Bukan malah justru amalan-amalan baik yang dilakukan seseorang, dianggap sia-sia dan tidak berguna apabila pacaran.

Akhir kata,

Jangan ragu ajak dan ingatkan pacarmu untuk sholat; ngaji; dan baca qur'an. Daripada ngajak ngapa-ngapain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir