Lelah, Kalah, dan Menyerah


 


Untukmu yang sedang merasa lelah,

Sudikah kemari untuk duduk bersebelah?

Aku tidak akan menasehatimu untuk tidak kalah,

Sebab akupun tidak jarang ingin menyerah.

 

Jadi mumpung saat menulis ini saya sedang merasa kalah, saya putuskan untuk segera menulis. Sebab jika menunggu rasa kekecewaan itu hilang apalagi sampai menunggu ‘keberhasilan’ datang, saya takut tidak akan bisa bersikap adil terhadap kekalahan. Ujung-ujungnya saya malah hanya akan menempatkan dia sebagai hanya gunung es kekalahan yang menopang gunung es kemenangan.

Pertama saya ingin bercerita mengenai mengenai idola saya. Dani Pedrosa.

Saya mengagumi Pedrosa sejak tahun 2005, ketika ia menorehkan hasil-hasil yang gemilang pada Gp 250 cc. Walau sebenarnya ketertarikan saya ketika itu disebabkan wajah Pedrosa mirip dengan Peter Parkernya “Tobey” dan Harry Potter yang juga merupakan idola saya. Pedrosa juga pembalap yang kalem dan tidak banyak ‘neko-neko’. Saya pernah menempel beberapa posternya di rumah dan juga pernah membeli hodie dengan logo ‘Little Samurai 26’ (yang saya beli online dan barangnya tidak pernah datang sad).

Momen yang paling menyakitkan bagi saya sebagai seorang fans adalah pada musim balap 2012 pada race Sepang, Malaysia. Musim itu merupakan peluang terbaik Pedrosa untuk meraih gelar Juara Dunia Moto Gp, karena sepanjang musim ia sudah memenangi 7 kali race.

Kala itu saingan terdekat Pedrosa untuk menjadi juara dunia adalah Lorenzo. Pada race Sepang Malaysia, memasuki lap-lap akhir hujan turun begitu deras dengan dipimpin oleh 1st Pedrosa, 2nd Lorenzo, dan 3rd Stoner. Dikarenakan hujan Lorenzo tampak kesulitan untuk menyaingi catatan waktu Pedrosa. Bahkan seingat saya ia sempat hampir terjatuh. Lorenzo beberapa kali mengisyaratkan agar balapan dihentikan. Sementara Stoner -saya sangat yakin- hanya butuh satu atau dua putaran lagi untuk menyalipnya. Namun, patah hati saya karena pada akhirnya sebelum Stoner mampu menyalip Lorenzo, balapan dihentikan.

Walaupun perbedaan poinnya tidak terlalu banyak, prasangka buruk saya mengatakan bahwa Lorenzo tau bahwa ia tidak akan mampu menyalip Pedrosa dan ia akan disalip Stoner. Sehingga Lorenzo memlih untuk mencari strategi mengamankan poin dengan meminta balapan dihentikan.

Pada akhir musim Pedrosa terpaut sebanyak 18 poin dari Lorenzo. Race Malaysia menurut saya menjadi faktor kekalahan Pedrosa meraih juara dunia di musim itu.

Tentu saja saya sudah gila apabila menyebut pencapaian Dani Pedrosa merupakan kegagalan, tapi pada Tahun itu saya merasa bahwa idola saya sudah tidak memiliki peluang untu menjadi juara dunia. Terlebih sejak masuknya di Baby Alien.

12 tahun saya merasa bisa merasakan kekecewaan Pedrosa entah akibat kecelakaan, gagal naik podium, dan tidak berhasil menjadi juara dunia. 

My heart bleed every time he had a serious accident.

Hingga pada akhirnya ia ‘menyerah’ dan memutuskan untuk pensiun. Sebuah keputusan yang membuat saya tidak lagi sama melihat MotoGp seperti satu dekade ke belakang.

Kegagalan Pedrosa tentu tidak selevel dengan saya, ia menyerah setelah bersaing dengan Legenda yang dikenal jutaan bahkan mungkin milyaran orang dunia -Valentino Rossi, dll. Sementara kegagalan saya yaaaa, begitulah tidak terlalu spesial, namun salah satu yang memberi kesan adalah satu yang satu ini.

Saya pernah mengikuti seleksi calon pegawai salah satu perusahaan plat merah di Yogyakarta. Selain mengikuti tes pergi ke Yogyakarta tentu saja untuk melarikan diri dari rutinitas harian, yaitu mendaftar pekerjaan yang tak kunjung mendapatkan hasil pada saat itu.

Sebagaimana tes pada umumnya, saya mengasumsikan bahwa tes ini akan memakan waktu satu hari penuh. Ternyata saya salah, sampai tempat tes kami diberi tahu bahwa tes akan memakan waktu hingga 4 hari yang terdiri dari tes kemampuan dasar, tes bidang, wawancara user, dan tes fisik yang cukup memakan waktu dan tenaga pada setiap sesinya.

Saya tidak sendiri, sepertinya banyak peserta lain yang juga tidak menyangka bahwa tes akan memakan waktu selama itu. Beruntung bagi mereka yang tinggal di sekitar Yogya, kami-kami yang dari luar kota cukup kalang kabut karena tidak mempersiapkan hal itu sebelumnya. Bahkan seingat saya ada salah satu peserta yang baru saja kembali setelah mendaki gunung Sindoro (atau Sumbing) dan langsung mengikuti tes.

Rangkaian tes dimulai dan nama-nama yang lolos pada setiap sesi diumumkan. Di sela-sela itu kami saling berkenalan satu dengan lain bercerita sulitnya mendapat pekerjaan atau betapa tidak nyamannya situasi kantornya sekarang. 3 hari berselang saya masih melihat wajah-wajah penuh harap dari peserta yang tersisa.

Hingga pada akhirnya hasil wawancara user diumumkan, secara presentase seingat saya sesi ini menggugurkan paling banyak peserta. Seketika saya melihat wajah-wajah penuh harap yang ada selama 3 hari ini berubah murung. Saking murungnya ekspresi banyak orang saya sampai bisa membaca keterangan tidak lolos itu pada wajah mereka.

Saya termasuk yang tidak lolos pada sesi itu. Saya sendiri juga tidak tau bagaimana ekspresi saya pada saat itu, tapi mendengar mereka yang merayakan kelolosannya di depan kami rasanya cukup pahit.

Momen itu cukup teringat jelas ketika saya menulis tulisan ini.

Poin saya adalah walaupun titik ingin menyerah saya dengan Pedrosa berbeda ribuan kilo meter, saya yakin rasa pahitnya tetap sama-sama bisa membekas di dada.

Terlebih pada dunia yang serba menuntut pertumbuhan sekarang ini, dimana berhenti bertumbuh, tidak produktif dan menyerah adalah suatu dosa besar. Merasa cukup merupakan ajakan sesat.

Mungkin itu pula yang masih membuat saya masih berTuhan karena Tuhan hanya menuntut kita untuk menyerahkan diri kepada-Nya. Ia tidak menuntut kita untuk menjadi petapa dalam beribadah pada-Nya, martir yang gagah dalam medan perang ataupun saudagar dengan sumbangan berlimpah.

Tuhan saja memberi imbalan surga bagi seorang wanita pendosa yang secara tulus memberi minum anjing yang kehausan menggunakan sepatunya. Tidak hanya itu Tuhan pula menjadikan kisahnya melegenda hingga saat ini. Saya yakin pasti akan ada imbalan bagi yang sudah mencoba walau pada akhirnya kalah.

Ah, maaf malah jadi meracau.

Tapi itu sedikit saja kelelahan ku, kamu bagaimana?

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir