5 KM yang Begitu Jauh

 


5 bulan berlalu sejak tulisan terakhir di blog ini saya publish. Ada beberapa draft yang sengaja tidak saya selesaikan dan beberapa masih berupa pokok bahasan saja. Entah mengapa saat itu saya berpikir sebelum menulis artikel selanjutnya ada suatu target yang harus saya capai terlebih dahulu. Namun, karena memang saya procastinator akut akhirnya salah satu target itu baru dapat terealisasikan di bulan September ini. Target-target ini saya yakin bukan suatu hal yang “wah” bagi sebagian besar orang. Beberapa diantaranya pun saya sendiri merasa cukup remeh.

Target yang bisa terealisasikan pada bulan September ini adalah berhasil melakukan jogging selama 50 menit tanpa henti. Sebenarnya targetnya adalah 5 km, namun dari hasil latihan beberapa bulan ke belakang pace saya belum mampu menembus 10 min/km. Jadi saya konversikan menjadi jogging selama 50 menit tadi.

Saya yakin untuk sebagian besar orang target ini terkesan remeh, terutama untuk mereka yang sudah terbiasa berolahraga. Namun, bagi saya hal ini adalah suatu kemajuan yang bisa dibanggakan secara pribadi. Hal ini dikarenakan sampai tahun lalu (2020) saya belum pernah sekalipun berhasil melakukan jogging sejauh 1 km tanpa henti.

Saya mulai memperhatikan catatan waktu berlari ketika ujian akhir olahraga di SMA. Di ujian itu kami harus menempuh jarak 1 km lebih sedikit dan menyelesaikannya dengan waktu di bawah 10 menit agar tidak remidi. Karena berat badan saya dulu termasuk ringan dan telah berlatih saya yakin bisa menyelesaikannya di bawah 10 menit.

Ketika ujian berlangsung beberapa anak langsung tancap gas. Tidak sampai semenit sudah tercipta gap (jarak) yang lumayan jauh. Saya terpisah dengan grup lain. Ada grup tengah yang lumayan jauh di depan dan ada grup belakang yang bisa saya tinggal. Semua masih sesuai rencana, toh memang tidak ada niatan untuk bisa mengejar grup tengah.

Namun, setelah belokan pertama saya lihat ada seorang pemulung yang gerobaknya tersangkut lubang di jalan. Saya bimbang untuk membantu atau tidak.  Karena tidak tega akhirnya saya putuskan buat membantu pemulung itu. Sialnya ternyata hal itu membutuhkan waktu yang lumayan lama. Hingga akhirnya grup belakang bisa menyusul saya.

Singkat cerita catatan waktu saya molor menjadi 12 menit-an. Guru olahraga menanyakan kesediaan saya untuk remidi, yang sebenarnya saya siap saja. Tapi seorang teman menegosiasi agar tidak perlu ada remidi dan disetujui. Syukurlah.




Sejak saat itu saya hampir selalu mencatat waktu saya berlari dan selalu saja setiap 5 menit harus berhenti atau berjalan. Sampai akhir 2020 jarak maksimal yang bisa ditempuh hanya sejauh 700 meter-an untuk melakukan jogging tanpa henti. Itupun paru-paru sudah terasa perih, perut sudah terasa nyeri, dan kaki panas tegang terasa akan kram.

Hingga akhirnya semesta mengarahkan saya ke pekerjaan yang dimana kekuatan fisik cukup diperlukan. Di awal 2021 saya mulai lagi untuk merutinkan jogging dan bersepeda. Selain karena faktor pekerjaan, saya juga merasa perlu mengkondisikan lingkar perut agar tidak off-side. Latihan saya sekedar ± 100 meter jogging disusul 50 meter berjalan kaki di lapangan komplek selama 10 menit dengan intensitas 2 kali per minggu. Selama hampir 1 bulan latihan saya merasa belum ada kemajuan, masih di situ-situ saja karena belum bisa menambah intensitas atau durasi.

Suatu ketika saya melihat seorang yang badannya jauh lebih berisi dari saya juga jogging di lapangan itu. Langkah kakinya lebih pendek dari langkah kaki saya tapi dengan ritme yang lebih cepat. Saya mulai coba merubah langkah kaki saya menjadi lebih pendek namun dengan ritme yang masih sama. Setelah beberapa kali berlatih dengan pola seperti itu, saya melihat stopwatch di HP dan sedikit terkejut,

“Astaga, 12 menit.”

Rasanya itu pertama kali saya melakukan jogging selama itu tanpa henti. Pace saya pada waktu itu sekitar 11 min/km (ya, memang saya selemah itu).

Dari 12 menit jogging tanpa berhenti perlahan menjadi 15 menit, 17 menit, 20 menit dan kemudian 25 menit. Perkembangan sempat berhenti di 25 menit selama beberapa bulan. Rasanya 3 km atau 30 menit jogging tanpa henti masih perlu waktu lebih lama. Karena pada menit-menit ini gangguan sunduken aka stomach cramps aka side stitches atau nyeri perut mulai muncul.

Beberapa minggu lalu saat gejala nyeri tersebut mulai muncul. Didorong rasa penasaran bisa menahan rasa nyeri itu berapa lama, saya tetap meneruskan jogging hingga menit ke 30. Ternyata dengan sedikit mengurangi pace dan mengatur napas rasa nyeri bisa lebih terkendali.




Setelah beberapa kali melakukan 30 menit jogging. Akhirnya saya minta ditemani rekan yang lebih kuat lari untuk mencoba 5 km. Syukurnya setelah latihan yang tidak teratur selama 8 bulan jarak 5 km bisa tercapai dengan waktu dan pace yang sedikit lebih baik dari target awal. Andai saja Latihan saya lebih disiplin dan bisa teratur mungkin tidak membutuhkan waktu sepanjang itu untuk bisa menyelesaikan 5 K.

Tentunya catatan ini masih buruk. Kalau saya ikut acara lari 5 K saya masih bakal tertinggal jauh dari peserta lain. Target selanjutnya adalah untuk menyelesaikan 5 K dibawah 40 menit. Entah kapan bisa terealiasi, saya hanya berharap agar bisa lebih disiplin berolahraga dan menikmati setiap prosesnya.

Satu hal yang membuat saya heran adalah saat mencapai kilometer ke 5 badan justru tidak terasa terlalu lelah dan ingin terus melanjutkan kilometer. Namun, saya pikir cukup dulu. Apa mungkin ini yang orang bilang runner’s high ya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir