100 km Pertama

    



    Tuntas sudah keinginan saya untuk bersepeda sejauh 100 km pada 27 November 2021. Setelah sebelumnya berhasil mencapai 85 km BSD-Bogor dan 70 km Psr. Minggu - PIK. Cuaca pada hari itu tidak sesuai dengan yang saya harapkan karena awan cukup banyak bergumul di langit. Memang mendung memberi keuntungan tersendiri karena kita bisa sedikit terhindar dari dehidrasi. Tapi saya sangat tidak siap apabila harus menuntaskan 100 km bersama dengan hujan. Namun keingingan untuk memamerkan capaian bersepeda 100 km cukup membuat saya untuk membulatkan hati.

    Saya awali dengan sholat subuh sudah lengkap dengan gear bersepeda yang biasa saya pakai. Sehingga setelah salam saya tidak lagi repot untuk mengecek semua perlengkapan saya. Kebetulan salah seorang teman bersedia menemani setengah perjalanan saya. Hal itu sangat menguntungkan karena playlist lagu dan pod cast yang saya miliki hanya cukup untuk menemani sepanjang 2-3 jam saja.

    Setiap 5 km pertama adalah masa-masa munculnya bisikan-bisikan seperti 

untuk apa sih sepedaan jauh-jauh, ga akan ada yang kagum juga, kasur enak kok, mending lo balik aja, dsb. 

Untungnya saya berhasil melewati 5 km pertama. Saya menemui teman saya di sekitar fatmawati. BSD - Fatmawati bisa saya tempuh dalam waktu 40-60 menit jika tidak terjebak kemacetan.

    Tujuan selanjutnya adalah Jakarta Internasional Stadium (JIS), saya cukup penasaran dengan stadium ini karena promosi dari Gubernurnya yang sering jadi bahan pembicaraan. Fatmawati-JIS bisa saya tempuh dalam waktu 1-2 jam. Waktu itu JIS masih dalam tahap konstruksi. Namun yang tak saya sangka kami diperbolehkan masuk ke dalamnya dan menilik lapangan latih dan merasakan rumput standar Internasional tersebut. 



       Saya kembali mengingat jika tujuan saya hari itu adalah 100 km, bukan JIS.  Setelah mengabadikan sedikit momen kami meneruskan perjalanan kami kembali. Namun rekan saya memutuskan untuk menyudahi perjalanananya.

    Dimulai lah tahapan paling menyiksa pada hari itu. Langit yang pada awalnya mendung justru bersinar sangat terik ketika saya melewati JIS - Ancol - Dan Mogot - Tangerang Kota. Ketika saya melewati jalan Dan Mogot angin bertiup kencang menghalangi laju sepeda saya. Berkali-kali saya hampir memutuskan untuk berhenti, melipat sepeda, dan kemudian menyewa taksi online untuk kembali. Terlebih di sisi selatan jalan Dan Mogot adalah kali (saluran air), sangat jarang saya temui minimarket dan warung untuk mengistirahatkan diri. Untungnya hampir semua pesepeda yang melewati saya memberikan semangat entah itu dengan sapaan atau dalam bentuk membunyikan bel sepeda sambil tersenyum. Saya benar-benar merasa kepayahan siang itu.

    Sesampainya di Tangerang Kota saya menghangatkan diri dengan semangkuk soto ayam khas warung tegal. Saya pikir setelah melewati Dan Mogot puncak penderitaan sudah berlalu. Namun ternyata sepanjang jalan Tangerang Kota - BSD saya disuguhi oleh cobaan baru, yaitu macet. Panas matahari dan angin saja sudah cukup menyiksa, ternyata semesta menambahkan menu kemacetan pada perjalanan saya hari itu. 


    Anehnya saya justru tidak terpikir lagi untuk menyudahi perjalanan. Playlist yang sepanjang jalan menemani saya matikan untuk menghemat batere. Saya hanya mengingat betapa banyak sumpah serapah dan juga istighfar yang keluar dari mulut serta batin. Mengutuki diri sendiri untuk apa memulai sepedaan 100 km ini.

    Untungnya di tengah perjalanan kembali saya bertemu dengan seorang pesepeda yang memakai sepeda lipat seperti saya. Beberapa kali kami saling mendahului, hingga akhirnya saya putuskan untuk menyapa. Siapa sangka justru hal tersebut menjadi obat yang menyudahi penderitaan saya. Sekitar 10-15 km kami bertukar cerita.

    Pada akhirnya kami berpisah ketika sudah mencapai BSD. Sayangnya ketika sudah dekat dengan rumah, saya kalkulasi jarak yang saya tempuh masih 98 km. Dilema diantara pilihan untuk menyudahi perjalanan dan menggenapkan 100 km. Saya akhirnya memutuskan untuk menambah kilometer dengan berputar-putar komplek. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30 ketika itu. Satu setengah jam lebih lama dari yang saya rencanakan.

Ya, sudahlah. Untuk mengingatnya saja saya sudah capek.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir