Ekosentris


Perubahan lingkungan yang membawa dampak negatif terhadap bumi kita diakibatkan oleh permintaan berlebih manusia terhadap alam ini dan kemudahan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Sederhananya manusia memandang objek selain dirinya sebagai pemenuh kebutuhan hidupnya.

Dahulu kala berkembang kepercayaan animisme yang memercayai bahwa objek selain manusia memiliki kehidupan.
“kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya)”
-        Kbbi.web.id

Bukan hendak berbicara ini salah atau benar. Manusia mempercayai bahwa kehidupan yang mendiami adalah roh yang memiliki keistimewaan tertentu. Melalui kepercayaan seperti ini manusia menempatkan dirinya berada di bawah sistem tersebut. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika dahulu seringkali ditemukan ritual-ritual pemberian sajian tertentu.

Menganggap suatu objek atau sumber daya memiliki kekuatan tertentu, jangankan untuk memanfaatkan sumber daya tersebut bersikap terhadapnya-pun harus sangat berhati-hati.

Seiring berjalannya waktu manusia mengerti bahwa mereka memiliki superioritas terhadap objek lain di muka bumi. Menganggap dirinyalah yang memiliki hak untuk hidup di muka bumi. Egosentris, sebuah ke-ego-isan. 
Kelud

Hingga pada akhirnya dunia tersadar melalui (salah satunya) buku Silent Spring karya Rachel Carson yang menggambarkan dampak negative pestisida terhadap ekositem air dan tanah. Ego yang pada asalnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia tersebut justeru berdampak buruk pada manusia sendiri.


Lalu dimanakah manusia harus menempatkan dirinya?
Di bawah ‘alam’, di atas ‘alam’, atau sejajar dengan ‘alam’?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir