Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Mengenai Komedi, Ketersinggungan, dan Kritik

Gambar
“We're laughing with you Sandy , not at you!” Bulan-bulan menjelang akhir tahun 2018 ini, sosial media cukup diramaikan mengenai suatu argumen dalam komedi. Sayangnya bukan karena seberapa lucu materi yang dibawakan, melainkan efek ketersinggungan yang ada setelahnya. Di satu sisi kita memiliki guyonan yang dibawakan standup comedian yang dituduh melakukan penistaan agama oleh kelompok yang beberapa tahun ini mendapatkan stempel “Sumbu pendek”. Di lain sisi kita memiliki guyonan yang dibawakan oleh salah satu calon presiden mengenai “Tampang Boyolali” yang tentu saja menjadi bahan kritik dari sebagian kelompok lawan politiknya. Tentu saja keduanya pasti beralasan tidak memiliki niatan untuk menyinggung salah satu pihak. Saya masih ingat sebagian orang yang mengatakan bahwa Ustad Abdul Somad menghina sunnah Nabi ketika ditanya kenapa beliau tidak menumbuhkan jenggot,  menurut beliau jenggotnya akan terlihat seperti “Jenggot tusuk sate”.

Mengenai Teroris dan Rohis

Gambar
“Aku percaya bahwa akan datang suatu hari dimana orang-orang dapat saling mamahami.” -Jiraiya 13 Mei 2018 publik dikagetkan oleh meledaknya tiga bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya. Tak hanya itu peristiwa ini pun dilanjutkan oleh baku tembak, ledakan lain, dan beberapa penggerebekan terduga teroris. Pasca peristiwa sebagaimana kasus terorisme terdahulu, ruang-ruang opini publik pun dipenuhi dengan pembicaraan-pembicaraan mengenai revisi UU anti terorisme, keterkaitan pelaku dengan jaringan Al-Qaeda ataupun IS, dan juga upaya-upaya deradikalisasi. Saya sendiri tidak terlalu tertarik untuk terus mengikuti pembicaraan-pembicaraan itu. Terlebih mengenai bahasan upaya-upaya deradikalisasi pada jenjang siswa sekolah menengah pertama atau pun atas. Sudah semenjak dulu berulangkali digaungkan bahwa benih-benih radikalisasi ditanamkan melalui organisasi-organisasi Rohis (Rohani Islam) baik di tingkat SMA ataupun perguruan tinggi, bahkan SMP. Seperti biasa pula berbaga

Mengenai Film Cloverfield dan Multiverse

Gambar
*Bukan review dan mengandung sedikit spoiler Diantara film-film bergenre Sci Fi, Apocalypse, dan Thriller film Cloverfield, yang saat ini sudah mencapai film ke tiganya “Cloverfield Paradox” tidak terlalu terkenal seperti Interstellar, Avatar, Alien, dsb. Hampir tidak seperti film trilogi lainnya (entah ini trilogi atau bukan) film pertama “Cloverfield” dan film kedua “10 Cloverfield Lane” sukar untuk ditemui hubungannya. Di film pertama digambarkan kota Manhattan yang porak poranda akibat sosok monster raksasa ‘Clover’ yang hingga akhir film tidak dijelaskan darimana asalnya, karena memang sudut pandang yang digunakan sangat sempit. Di film ke dua yang mengambil latar di daerah pertanian lebih dari separuh film sama sekali tidak menunjukkan satupun pertanda adanya monster raksasa yang menyerang bumi seperti yang digambarkan di film pertama. Hingga memasuki akhir film barulah dimunculkan invasi alien dengan teknologi yang lebih canggih sedang menginvasi bumi, itupun m akh

Memaksa Membaca

Gambar
Beberapa bulan lalu disela-sela kegiatan membersihkan meja belajar saya menyadari suatu hal. Selama menempuh tiga tahun dibangku kuliah jumlah buku yang dibaca ternyata tidak lebih dari atau masih lebih sedikit dibandingkan jumlah buku yang dibaca selama dibangku SMA. Kalau saya mencoba mengingat-ingat memang kegiatan ‘literasi’ di bangku SMA pada waktu itu terasa lebih hidup dengan lebih sering ke perputakaan daerah, pinjam-meminjam buku dengan teman, bahkan salah satu buku bergenre sejarah fiksi menjadi bahan perbincangan yang tak habis-habis dengan beberapa teman saat itu. Karya agung Tolkien trilogi The Lord of The Ring ditambah novel pembukanya The Hobbit pun bisa di khatamkan ketika SMA. (Saat itu belum terdapat Silmarillion versi terjemahan dan bahasa inggrisnya terlampau tinggi untuk dipahami.) Entah mengapa di masa perkuliahan dan menyandang ‘status’ Mahasiswa yang notabene akses ke buku-buku berkualitas (yang ditulis oleh penulis-penulis besar) lebih banyak justru