Catatan Pendek : Sapiens dan Homo Deus



Bagi penggemar dunia literasi di Indonesia saya rasa tidak asing dengan buku Sapiens dan Homo Deus-nya Yuval Noah Harari. Saya bukan termasuk pegiat literasi, namun semenjak kecil saya cukup tertarik dengan sejarah umat manusia.

Genre ini saya nikmati baik dalam bentuk film fiksi, film dokumenter, artikel, buku, maupun game. Namun informasi-informasi sejarah tersebut saya dapatkan secara terpotong-potong. Apalagi saya memang mempelajari sejarah dari segmen-segmen kecil baik itu tokoh atau peristiwa tertentu. Hal ini membuat saya tidak bisa memahami apa yang benar-benar terjadi pada zaman itu. Anggap saja saat mempelajari sejarah Indonesia yang terdiri dari kerajaan-kerajaan Hindu, Budha, Islam tiba-tiba saja kita kedatangan bangsa Eropa yang membawa teknologi yang lebih maju dari bangsa kita.

Kenapa bisa mereka lebih maju?

Kenapa mereka jauh-jauh dari Eropa kesini?

Kenapa bukan China yang menjajah kita?

Walaupun tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, membaca buku Sapiens milik Harari membuat saya melihat apa yang terjadi secara lebih lengkap.


Sapiens

Secara umum Sapiens membahas mengapa leluhur kita Homo sapiens berbeda dari spesies “manusia” lain seperti Neandhertal dan homo-homo lainnya. Harari memaparkan bahwa hal itu disebabkan oleh Revolusi Kognitif yang ditandai dengan munculnya kemampuan berkomunikasi dan berpikir. Kemampuan ini memungkinkan Homo Sapiens untuk bekerjasama dalam skala yang besar. Kemampuan berpikir juga memungkinkan kelompok-kelompok pemburu pengumpul homo sapiens untuk menyepakati suatu mitos yang disepakati bersama.

Contohnya kelompok-kelompok ini memiliki ‘kepala suku’, kenapa kepala suku ini ditaaati, bagaimana memilihnya merupakan suatu mitos yang disepakati bersama. Kemampuan ini juga membuat Homo sapiens mampu membayangkan bahwa benda atau hewan tertentu memiliki kesakralan, seperti menyucikan api atai hewan tertentu yang mendorong lahirnya kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Kemampuan ini mampu membuat Homos sapiens menyaingi spesies Homo lainnya sehingga meneguhkan dominasi mereka.

Harari melanjutkan bukunya dengan Revolusi kedua yaitu Revolusi Agrikultur. Pola kehidupan pemburu-pengumpul yang menuntut Homos sapiens untuk hidup secara nomaden guna memenuhi kebutuhan makannya. Pola hidup ini semakin tidak ideal bila jumlah anggotanya terus membesar. Hal ini mendorong Homo sapiens untuk tinggal menetap dan merubah kebiasaan memburu mengumpulnya menjadi pola bercocok tanam. Tanaman-tanaman seperti gandum, jagung, bisa juga padi menjadi diuntungkan dengan pola ini. Binatang sapi, babi, dan anjing juga diuntungkan dengan domestifikasi. Tanaman dan binatang yang hingga hari ini menjadi bahan baku utama makanan manusia dulunya merupakan spesies-spesies liar yang dijinakkan.

Komunitas Agrikultural ini mampu mendukung kuantitas kelompok yang lebih besar. Nilai-nilai fiksi yang diperlukan untuk mengikat komunitas ini juga perlu menyesuaikan. Kepercayaan-kepercayaan seperti Agama, Uang, dan Imperium mulai berkembang dari komunitas agrikultural ini. Harari menyebut Agama, Uang, dan Imperium sebagai mitos.

Agama pada khususnya berkembang dari kepercayaan Animisme Dinamisme pada kelompok pemburu pengumpul dan komunitas kecil. Semakin besarnya komunitas maka kepercayaan tadi berkembang menjadi Agama-agama lokal seperti dewa-dewi Yunani, Zoroaster Persia, dan Fir’aun Mesir. Komunitas-komunitas besar tadi melangsungkan interaksi satu sama lain hingga melahirkan Agama-agama universal seperti Yahudi, Kristen, dan Islam.

Perkembangan berlaku pula pada Imperium yang bermula dari suku-suku menjadi negara. Uang juga dijelaskan berkembang dari sistem tukar-menukar menjadi uang dan berlanjut hingga dikenalnya sistem kredit.



Homo Deus

Masa-masa renaisance di Eropa mendorong revolusi saintifik yang membuat harari melanjutkan narasinya pada buku Sapiens dengan buku Homo Deus. “Binatang yang menjadi tuhan” tulisnya dalam bab akhir buku Sapiens.

Apabila pada buku Sapiens narasi Harari menggambarkan realitas masa lalu hingga saat ini. Maka pada buku Homo Deus Harari memprediksikan apa yang akan terjadi di masa depan. Sebagian besar narasi Harari pada buku ini menjelaskan bagaimana nilai-nilai Agama Universal tadi bergeser kepada nilai-nilai Humanisme dan sains mengenai kehidupan terkini yang mendiskusikan apa itu Jiwa, Kehendak, Kesadaran, dsb yang dapat menjadi tantangan bagi nilai-nilai Humanisme.

Berulangkali Harari menuliskan bahwa Jiwa (makhluk hidup) hanyalah sebuah algoritma yang berkerja berdasarkan reaksi sistem biokimia. Apa istimewanya kejadian yang manusia rasakan, alami, dan pilih apabila itu semua merupakan probabilitas interaksi antar elektron?

Harari memperkirakan kemajuan teknologi akan melahirkan Agama (mitos) baru. Pada bagian akhir ia memprediksi bahwa Agama baru yang akan mengisi kebutuhan manusia akan makna adalah TeknoHumanisme dan Dataisme. Secara singkat TeknoHumanisme memandang berubahnya kehidupan masyarakat apabila teknologi dan manusia sudah semakin menyatu, manusia-manusia biasa akan menjadi ‘pendosa’. Sedangkan Dataisme memandang bahwa kehidupan merupakan aliran data, semakin lancar aliran data yang ada maka semakin baik pula ‘takwanya’.

Pada akhir Homos Deus Harari mengajak pembaca untuk kembali mempertanyakan kebenaran mengenai sains kehidupan yang menjadi dasar prediksinya atas masa depan.

 

Kontroversi

Menurut Dr. Yasir Qadhi (Cendekiawan muslim Amerika), Sains terkini mengenai teori evolusi pada umumnya dan asal usul manusia pada khususnya merupakan fitnah (cobaan) intelektual bagi muslim masa kini [1]. Berbeda dengan ilmu alam lain seperti relativitas Einstein yang menjadi dasar dilatasi waktu atau kucing Schrodinger yang berkata bahwa kucing dalam kotak dapat hidup dan mati secara bersamaan bergantung pada pengamat.  Teori evolusi secara tidak langsung bertentangan dengan dalil-dalil kitab suci yang mengatakan manusia berasal dari Nabi Adam dan istrinya Hawa. Teori relativitas Einstein dan kucing Schrodinger walaupun terdengar lebih tidak masuk akal justru tampaknya tidak bertentangan dengan dalil-dalil kitab suci.

Harapan saya nantinya (atau sudah ada tapi saya belum tahu) cendekiawan Muslim mampu menjawab narasi Harari mengenai sejarah umat manusia dengan narasi lain yang mampu menempatkan fakta-fakta arkeologis dengan dalil-dalil Kitab Suci pada tempat yang tepat sehingga tidak berujung pada penolakan salah satu diantaranya.

 

[1]. The Qur'an and Evolution by Dr. Yasir Qadhi : https://www.youtube.com/watch?v=DPuoGVlCjZ0


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai Anime Monster (2004)

Trans Semarang dari Poncol ke UNDIP

The Lord Of The Ring dan Optimisme Akan Takdir